Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam konteks keterbatasan sumber daya alam, penggunaan limbah agroindustri untuk produksi bahan kimia, biofuel, dan bahan pangan semakin mendapatkan perhatian. Salah satu limbah yang memiliki potensi besar adalah bagasse tebu, yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan arabinoksilan, xilanase, xilooligosakarida, dan lignoselulosa. Penelitian ini mengeksplorasi metode ekstraksi dan produksi berbagai senyawa dari bagasse dengan mengembangkan beberapa teknologi, memberikan gambaran yang lebih jelas tentang nilai tambah dari limbah ini.
Penelitian ini membandingkan dua metode ekstraksi arabinoksilan, yaitu metode KOH dan H2O2. Hasil menunjukkan bahwa ekstraksi dengan KOH menghasilkan fraksi larut dengan yield yang lebih tinggi (72,1%) dan efisiensi (84%) dibandingkan dengan metode H2O2 yang hanya mencapai 64,9% dan 43,3%, masing-masing. Keunggulan metode KOH menunjukkan bahwa pemilihan teknik ekstraksi yang tepat sangat mempengaruhi hasil akhir, dan hal ini sangat relevan bagi industri yang berfokus pada pengolahan limbah agroindustri.
Setelah proses filtrasi, lignoselulosa diperoleh sebagai fraksi padat, dengan persentase 66,2% untuk metode KOH dan 78,8% untuk metode H2O2 dari total biomassa. Ini menunjukkan bahwa kedua metode tidak hanya efektif dalam mengekstraksi arabinoksilan tetapi juga dalam memisahkan lignoselulosa yang dapat digunakan lebih lanjut dalam aplikasi industri lainnya. Lignoselulosa dapat berfungsi sebagai bahan baku untuk berbagai produk, termasuk biofuel dan bahan kemasan ramah lingkungan.
Produksi enzim endoksilanase oleh Aspergillus fumigatus CCT7732 melalui fermentasi terendam dengan media kultur bagasse menunjukkan hasil yang menjanjikan, mencapai 40,2 U/mL dalam kondisi optimal (pH 5,0 dan 31,5 °C). Penelitian ini juga menyoroti efisiensi sumber fosfor dan nitrogen, di mana NH4H2PO4 menggantikan garam yang lebih mahal seperti K2HPO4 dan KH2PO4, memberikan dampak positif pada produksi xilanase. Penemuan ini menunjukkan potensi penghematan biaya dalam proses fermentasi.
Selanjutnya, hidrolysis enzimatik arabinoksilan menghasilkan xilooligosakarida (XOS) dengan kadar 3,3% (m/v), dan yield mencapai 46,9% dengan menggunakan 7% arabinoksilan, 350 U/g xilanase pada suhu 50 °C dalam waktu 48 jam. Hasil ini menekankan pentingnya pengembangan produk prebiotik seperti XOS, yang terdiri terutama dari xilobiose dan xilotriose, memiliki potensi aplikasi yang luas dalam industri pangan dan pakan ternak.
Dari perspektif teknologi pangan, penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana limbah agroindustri seperti bagasse tebu dapat diubah menjadi bahan baku bernilai tinggi. Pendekatan ini tidak hanya berkontribusi pada pengurangan limbah tetapi juga mendukung keberlanjutan dalam industri pangan dan bioproduk. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi metode ini dalam skala yang lebih besar dan mempertimbangkan aspek ekonomi sangat penting untuk tujuan industri.
Sebagai seorang dosen di bidang Teknologi Pangan, saya percaya bahwa integrasi metode kimia dan biologis dalam pemanfaatan bagasse membuka peluang baru untuk pengembangan produk inovatif yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan. Dengan terus mengembangkan dan menerapkan teknologi ini, kita dapat menciptakan sistem biosistem terpadu yang lebih efisien dan ramah lingkungan di masa depan.