Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam konteks sistem energi terbarukan, energi panas bumi menawarkan peluang besar untuk mendukung transisi menuju produksi energi yang lebih bersih. Namun, proyek-proyek geotermal sering kali dihadapkan pada risiko yang cukup tinggi, terutama terkait dengan metode pengeboran, ketidakpastian keberadaan sumber daya, serta fluktuasi suhu dan kimia air panas bumi. Kasus investasi geotermal di Trzęsacz, Polandia, yang dijelaskan dalam artikel ini, menjadi contoh nyata dari tantangan-tantangan tersebut.
Proyek ini awalnya dirancang untuk memanfaatkan air panas bumi dengan suhu yang diprediksi mencapai 38°C untuk keperluan rekreasi, seperti taman air dan fasilitas mata air panas. Namun, hasil pengeboran menunjukkan bahwa suhu air yang ditemukan hanya mencapai 27°C, jauh di bawah ekspektasi. Hal ini menimbulkan masalah serius karena suhu tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fasilitas rekreasi yang direncanakan. Proyek ini pun harus direvisi ulang untuk menghindari kegagalan investasi.
Dari perspektif risiko investasi, kejadian ini menegaskan pentingnya skenario mitigasi risiko dalam proyek-proyek geotermal. Ketidakpastian yang muncul, seperti suhu air yang lebih rendah dari yang diperkirakan, merupakan risiko yang sangat umum dalam investasi geotermal. Oleh karena itu, pengelolaan risiko yang baik menjadi krusial untuk meminimalkan potensi kerugian finansial.
Namun, yang menarik dari studi kasus ini adalah cara para peneliti dan pengembang beralih ke model pengembangan syntropik. Meskipun suhu air yang ditemukan tidak ideal untuk penggunaan rekreasi, air panas bumi tersebut tidak sepenuhnya dibuang atau dianggap sebagai limbah. Sebaliknya, ide yang diusulkan adalah untuk memanfaatkan air panas bumi dengan suhu rendah ini sebagai sumber daya untuk akuakultur, yang kemudian menginspirasi pendirian Jurassic Salmon Farm di Janowo. Ini adalah contoh bagaimana sumber daya yang tidak sesuai dengan tujuan awal dapat digunakan kembali untuk keperluan lain, memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan.
Akuakultur berbasis geotermal seperti yang diterapkan di Janowo menunjukkan potensi besar dalam pengembangan sistem pertanian perikanan berkelanjutan. Investasi hijau ini menggunakan prinsip-prinsip ekologi industri dan keamanan hayati, yang sesuai dengan visi pengembangan berbasis regeneratif di abad ke-21. Pendekatan ini tidak hanya memanfaatkan energi terbarukan tetapi juga menciptakan sinergi antara sektor pertanian, energi, dan masyarakat lokal.
Dari sudut pandang sistem termal, penggunaan air panas bumi dengan suhu rendah untuk akuakultur menciptakan peluang efisiensi energi yang lebih besar, terutama dalam sistem aquaponics perkotaan atau pertanian akuakultur perkotaan. Teknologi ini dapat mendukung pengurangan risiko dalam investasi energi geotermal dengan memberikan alternatif pemanfaatan sumber daya yang lebih luas.
Terkait dengan keberlanjutan, pendekatan ini sangat relevan dengan upaya untuk mengurangi dampak lingkungan dari proyek geotermal. Dengan memanfaatkan sumber daya air panas bumi yang dianggap “tidak optimal,” kita dapat meminimalkan pemborosan energi dan mengurangi entropi dalam sistem. Ini juga membuka peluang untuk menciptakan ekonomi sirkular di mana limbah atau sumber daya yang tidak digunakan dalam satu sektor dapat dimanfaatkan di sektor lain.
Secara keseluruhan, kasus di Trzęsacz menunjukkan bahwa meskipun investasi geotermal sering kali penuh tantangan dan risiko, ada potensi besar untuk menciptakan solusi yang inovatif dan berkelanjutan. Penerapan model pengembangan syntropik dapat menjadi inspirasi untuk proyek-proyek energi terbarukan lainnya, baik dalam skala lokal maupun global, dan mendorong transisi menuju desain regeneratif yang lebih baik untuk masa depan.