Analisis Institusional Perbandingan dalam Transisi Energi

Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)

Diskusi mengenai “The Comparative Institutional Analysis of Energy Transitions” memberikan gambaran komprehensif mengenai perkembangan teoretis dan konseptual dalam bidang ekonomi politik terkait transisi energi. Kajian ini mengundang kita untuk memperluas wawasan mengenai realitas yang berubah di berbagai wilayah geografis dalam konteks transisi energi. Dalam konteks sebagai Dosen Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya akan membahas narasi ini dari perspektif institusional, politik, dan ekonomi yang memengaruhi dinamika transisi energi di berbagai kawasan.

Kerangka Teoretis dan Konseptual Ekonomi Politik dalam Transisi Energi

Finnegan mengawali diskusi dengan memperkenalkan tema-tema baru dalam literatur ekonomi politik terkait perubahan iklim. Dia mengidentifikasi adanya celah atau gap dalam penelitian saat ini dan memberikan panduan untuk penelitian lebih lanjut. Salah satu poin penting yang diangkat adalah perlunya pendekatan interdisipliner dalam menganalisis transisi energi. Secara tradisional, transisi energi kerap dipandang hanya dari sisi teknis atau lingkungan. Namun, Finnegan menekankan bahwa transisi ini tidak bisa dipisahkan dari dinamika politik dan ekonomi, terutama dalam hal bagaimana kebijakan diatur dan diterima di masyarakat.

Allen, Allen, Cumming, dan Johan melangkah lebih jauh dengan mengaitkan berbagai tipe kapitalisme dengan lingkungan alam. Analisis ini sangat menarik karena mengkaji bagaimana sistem kapitalis yang berbeda, baik liberal maupun yang lebih terkoordinasi, mempengaruhi hasil-hasil lingkungan. Penekanan mereka pada adopsi perspektif institusional untuk menjelaskan perbedaan dalam hasil lingkungan sangat relevan, terutama ketika kita membahas kebijakan transisi energi di berbagai negara. Sebagai contoh, negara-negara dengan ekonomi pasar yang terkoordinasi (seperti Jerman dan Jepang) cenderung memiliki pendekatan yang lebih kolektif dan terstruktur dalam transisi energi dibandingkan negara dengan ekonomi pasar liberal (seperti Amerika Serikat).

Transisi Energi dari Perspektif Sejarah

Wood kemudian menawarkan perspektif historis yang membandingkan transisi penggunaan energi antara ekonomi pasar liberal dan terkoordinasi. Kajian ini berusaha menarik paralel antara transisi energi dari batu bara ke minyak dan gas, dengan transisi ke energi terbarukan saat ini. Analisis ini sangat penting karena memberikan kita wawasan tentang pola-pola sejarah yang mungkin terulang kembali. Salah satu temuan menarik dari analisis ini adalah bahwa transisi energi selalu melibatkan proses yang kompleks dan beragam, tergantung pada konteks ekonomi dan politik di masing-masing negara. Transisi dari batu bara ke minyak misalnya, memerlukan infrastruktur dan teknologi baru, namun juga dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa transisi energi terbarukan saat ini juga akan menghadapi tantangan serupa, dengan peran penting dari teknologi, pasar, dan regulasi yang saling terkait.

Globalisasi dan Konvergensi Pasokan Energi

Nicklich dan Endo menjawab pertanyaan penting, apakah globalisasi dan masalah lingkungan global mendorong konvergensi dalam pasokan energi? Dalam studi mereka, mereka membandingkan sektor tenaga angin di Jerman dan Jepang, dengan fokus khusus pada dampak bencana Fukushima 2011 terhadap kebijakan energi Jepang. Temuan mereka menunjukkan bahwa meskipun ada kecenderungan global menuju energi terbarukan, konteks lokal dan nasional masih memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan bagaimana transisi energi terjadi. Sebagai contoh, bencana Fukushima mempercepat transisi Jepang menuju energi terbarukan, namun dengan pendekatan yang sangat berbeda dari Jerman. Ini memperlihatkan pentingnya memahami bagaimana faktor lokal mempengaruhi kebijakan energi, meskipun ada tekanan global untuk beralih ke energi yang lebih bersih.

Penerimaan Publik terhadap Kebijakan Transisi Energi

Terakhir, Lim dan Tanaka menyoroti faktor penting mengenai kapan kebijakan transisi energi mendapatkan penerimaan yang luas dari masyarakat. Mereka menyimpulkan bahwa penerimaan publik terhadap kebijakan transisi energi sangat bervariasi antara masyarakat Barat dan non-Barat. Di sini, mereka menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap transisi energi sangat bergantung pada konteks sosial, ekonomi, dan politik di masing-masing negara. Di negara-negara Barat, kesadaran akan krisis iklim dan dampak lingkungan lebih kuat, sehingga kebijakan transisi energi cenderung mendapat dukungan lebih besar. Sebaliknya, di negara-negara non-Barat, terutama yang sedang berkembang, prioritas sering kali lebih pada pertumbuhan ekonomi dan akses energi murah, sehingga transisi energi sering kali menghadapi resistensi yang lebih besar.

Tantangan Institusional dan Perspektif Global

Sebagai Dosen Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya melihat bahwa ulasan ini menyoroti pentingnya pendekatan institusional dalam menganalisis transisi energi. Setiap negara memiliki institusi, kebijakan, dan dinamika pasar yang berbeda, yang pada akhirnya memengaruhi hasil dari kebijakan energi. Misalnya, di Indonesia, meskipun ada dorongan besar menuju energi terbarukan, tantangan institusional seperti birokrasi, regulasi yang kompleks, dan kepentingan industri fosil sering kali memperlambat laju transisi.

Selain itu, narasi ini juga menunjukkan bahwa transisi energi bukan hanya masalah teknis atau ekonomi, tetapi juga sosial dan politik. Penerimaan publik terhadap energi terbarukan, dukungan politik, serta kerangka regulasi semuanya berperan penting dalam menentukan keberhasilan transisi ini. Di sini, pendekatan interdisipliner sangat diperlukan untuk memahami bagaimana faktor-faktor tersebut saling berkaitan.

Kesimpulan

Dalam kesimpulannya, kajian ini memberikan wawasan yang sangat penting tentang perbedaan regional dan institusional dalam transisi energi. Melalui analisis perbandingan, kita dapat memahami mengapa beberapa negara berhasil melakukan transisi energi lebih cepat, sementara yang lain menghadapi tantangan yang lebih besar. Dalam konteks Indonesia dan negara berkembang lainnya, tantangan utama adalah membangun kerangka institusional yang mendukung transisi energi, serta memastikan bahwa kebijakan energi dapat diterima oleh masyarakat luas. Dengan demikian, pendekatan yang lebih holistik, yang mencakup aspek teknis, sosial, politik, dan ekonomi, sangat penting untuk memfasilitasi transisi energi yang sukses di seluruh dunia.

Diskusi ini mengingatkan kita bahwa transisi energi adalah proses yang kompleks dan melibatkan banyak aktor serta kepentingan yang berbeda-beda. Sebagai akademisi dan praktisi di bidang energi terbarukan, kita perlu terus mengeksplorasi solusi yang inovatif dan kontekstual untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *