Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan utama di Thailand, terutama untuk produksi pakan ternak. Luas lahan yang digunakan untuk menanam jagung mencapai lebih dari enam juta hektar dengan total produksi sekitar lima juta ton. Namun, proses panen jagung menghasilkan residu utama berupa akar, batang, dan daun, yang sebagian besar (lebih dari 80%) dibiarkan di lahan pertanian dan sering kali dibakar secara terbuka. Praktik pembakaran terbuka ini menjadi masalah serius karena melepaskan polutan berbahaya ke atmosfer, termasuk partikel halus seperti PM2.5 yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Dalam konteks ini, pelletisasi muncul sebagai salah satu alternatif yang menjanjikan untuk mengatasi masalah pembakaran terbuka. Sebagai Dosen Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya akan membahas studi ini dari perspektif teknologi energi dan keberlanjutan, serta dampaknya terhadap sektor energi terbarukan di Thailand dan kawasan ASEAN.
Potensi Pelletisasi dalam Pengelolaan Limbah Jagung
Pelletisasi merupakan proses mengubah limbah biomassa menjadi bahan bakar padat berbentuk pelet. Proses ini melibatkan penghancuran, pengeringan, dan pemadatan bahan biomassa, dalam hal ini residu jagung, untuk dijadikan pelet yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif di pembangkit listrik biomassa. Keunggulan utama dari pelet biomassa adalah kepadatan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa mentah, sehingga lebih efisien dalam penyimpanan, transportasi, dan pembakaran.
Dalam studi ini, pelletisasi limbah jagung dipandang sebagai solusi yang potensial untuk mendukung pertanian tanpa limbah (zero-waste agriculture) dan mempromosikan penggunaan sumber daya terbarukan, sejalan dengan rencana Alternative Energy Development Plan (AEDP 2012-2021) Thailand. Tujuan dari AEDP adalah meningkatkan kontribusi energi terbarukan, termasuk biomassa, dalam bauran energi nasional Thailand. Dengan memanfaatkan limbah jagung sebagai bahan bakar biomassa, Thailand dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta menurunkan emisi gas rumah kaca.
Standar Pelletisasi: Perbandingan Thailand dan Internasional
Salah satu poin penting dalam studi ini adalah perbandingan standar produksi pelet di Thailand dengan standar internasional. Standar-standar ini penting untuk memastikan kualitas pelet yang diproduksi, terutama dalam hal efisiensi pembakaran, kandungan abu, dan emisi polutan. Perbedaan dalam komposisi pelet dapat berdampak langsung pada kinerja pembakaran, termasuk efisiensi energi yang dihasilkan dan tingkat polutan yang dilepaskan selama proses pembakaran.
Studi ini menyoroti bahwa Thailand perlu memperbaiki standar produksi peletnya agar sesuai dengan standar internasional, seperti standar Eropa atau Amerika Utara, yang memiliki persyaratan ketat terkait kandungan energi, kandungan air, dan emisi gas. Pelet berkualitas rendah dengan kandungan abu dan air yang tinggi dapat mengurangi efisiensi pembakaran dan meningkatkan emisi polutan. Oleh karena itu, peningkatan standar lokal sangat penting untuk mendukung transisi ke energi terbarukan yang lebih bersih dan efisien.
Dampak pada Energi Terbarukan dan Lingkungan
Pemanfaatan pelet biomassa dari limbah jagung memiliki dampak yang signifikan terhadap sektor energi terbarukan dan lingkungan di Thailand. Dalam konteks transisi energi global, biomassa, termasuk pelet, memainkan peran penting sebagai sumber energi terbarukan yang dapat diandalkan. Pelet biomassa, khususnya yang berasal dari limbah pertanian seperti jagung, menawarkan keuntungan dalam hal ketersediaan bahan baku yang melimpah dan berkelanjutan, serta berpotensi mendukung pengembangan ekonomi pedesaan.
Namun, meskipun teknologi pelletisasi menawarkan banyak manfaat, tantangan masih ada dalam hal efisiensi proses dan biaya produksi. Proses pengeringan biomassa, misalnya, membutuhkan energi yang signifikan, yang bisa mengurangi keuntungan bersih energi yang diperoleh dari biomassa. Selain itu, transportasi pelet ke pembangkit listrik biomassa juga bisa menjadi masalah biaya, terutama di daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik.
Tantangan dan Peluang
Dari perspektif teknik sistem termal dan energi terbarukan, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk mengoptimalkan penggunaan pelet jagung sebagai sumber energi terbarukan di Thailand. Salah satunya adalah pengembangan teknologi pelletisasi yang lebih efisien dari segi biaya dan energi. Misalnya, teknologi pretreatment dan pengeringan biomassa yang lebih hemat energi perlu dikembangkan untuk mengurangi konsumsi energi dalam proses produksi pelet.
Selain itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran petani dan masyarakat terkait manfaat ekonomi dan lingkungan dari penggunaan pelet biomassa. Pemerintah Thailand dapat memainkan peran penting dalam hal ini melalui kebijakan subsidi atau insentif bagi petani yang memilih untuk memproses limbah jagung menjadi pelet, alih-alih membakar limbah tersebut.
Selain itu, tantangan regulasi dan standar kualitas juga harus diatasi. Pengembangan standar lokal yang sesuai dengan standar internasional adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pelet jagung memiliki kualitas yang cukup tinggi untuk digunakan dalam pembangkit listrik biomassa. Jika tidak, kualitas pelet yang rendah dapat menyebabkan masalah teknis pada pembangkit listrik dan mengurangi efisiensi keseluruhan sistem energi biomassa.
Kesimpulan
Dalam kesimpulannya, studi ini memberikan pandangan yang mendalam mengenai potensi pelletisasi sebagai solusi untuk pengelolaan limbah jagung di Thailand. Dari perspektif keberlanjutan dan energi terbarukan, pelletisasi menawarkan alternatif yang jauh lebih bersih dan efisien dibandingkan dengan praktik pembakaran terbuka yang saat ini umum dilakukan. Namun, untuk memaksimalkan manfaat teknologi ini, tantangan-tantangan seperti standar kualitas, efisiensi teknologi, dan biaya produksi perlu diatasi.
Sebagai Dosen Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya melihat bahwa pengembangan energi biomassa dari limbah pertanian seperti jagung adalah langkah penting dalam transisi menuju energi terbarukan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tepat, teknologi ini tidak hanya dapat mendukung pertanian tanpa limbah tetapi juga memberikan solusi energi terbarukan yang berkelanjutan bagi Thailand dan negara-negara berkembang lainnya.