Revolusi Hijau dan Pengendalian Biologis: Pendorong Keberlanjutan Produktivitas Pertanian Asia-Pasifik

Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)

Revolusi Hijau yang dimulai pada tahun 1960-an sering kali diidentifikasi sebagai tonggak penting dalam sejarah pertanian dunia. Dengan penerapan teknologi input tinggi seperti pupuk dan pestisida, serta pengembangan varietas unggul, produksi beras di Asia mengalami peningkatan tiga kali lipat. Hal ini berdampak signifikan dalam mengurangi kelaparan, menurunkan angka kemiskinan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi agregat di kawasan tersebut. Namun, pencapaian ini hanya sebagian dari cerita besar mengenai transformasi pertanian di Asia-Pasifik. Seiring dengan pendekatan input tinggi ini, kontribusi berbasis alam seperti pengendalian biologis juga memiliki peran krusial dalam meningkatkan produktivitas tanaman non-padi, meskipun sering kali kurang diperhatikan.

Selama periode 1918-2018, berbagai entitas geopolitik di Asia-Pasifik berhasil memanfaatkan pengendalian biologis sebagai alat untuk mengatasi ancaman hama invasif pada berbagai komoditas pertanian. Dalam penelitian ini, pengendalian biologis tidak hanya berperan dalam menjaga ketahanan pangan, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi pedesaan, terutama di wilayah-wilayah yang kurang berkembang dan minim sumber daya. Pengendalian hama yang terarah ini memberikan manfaat yang signifikan, yaitu antara US$14,6 hingga 19,5 miliar per tahun. Jumlah ini jauh melampaui manfaat finansial dari Revolusi Hijau dalam konteks non-padi, menunjukkan betapa pentingnya pendekatan agro-ekologis ini bagi sistem pangan global.

Keberhasilan pengendalian biologis terhadap 43 spesies hama eksotik telah mengembalikan hasil panen sebesar 73-100% pada tanaman penting seperti pisang, singkong, kelapa, dan sukun. Tanaman-tanaman ini, meskipun tidak memiliki profil internasional setinggi beras atau gandum, adalah bagian vital dari pangan dan mata pencaharian jutaan petani kecil di Asia-Pasifik. Contoh ini menunjukkan bagaimana inovasi dalam pengelolaan agro-ekosistem dapat memperbaiki hasil pertanian, bahkan di lingkungan marginal yang tidak memiliki akses terhadap teknologi input tinggi. Hal ini juga menggarisbawahi bahwa pertanian berkelanjutan tidak selalu harus bergantung pada pendekatan konvensional yang intensif input.

Penerapan pengendalian biologis ini juga memiliki efek jangka panjang terhadap ketahanan lingkungan. Dengan menempatkan inovasi agro-ekologi pada posisi yang setara dengan metode intensif input, penelitian ini memberikan pelajaran penting bagi upaya masa depan dalam memitigasi spesies invasif, memulihkan ketahanan ekologi, dan secara berkelanjutan meningkatkan output sistem pangan global. Ini adalah pesan yang relevan, terutama di tengah tantangan perubahan iklim dan penurunan kesuburan tanah yang semakin intensif saat ini.

Selain manfaat lingkungan, pengendalian biologis juga dapat menjadi solusi ekonomi yang efisien. Banyak negara di Asia-Pasifik yang mengalami keterbatasan anggaran untuk menyediakan subsidi input pertanian skala besar. Pendekatan ini, yang relatif murah dan berkelanjutan, menawarkan alternatif yang layak untuk meningkatkan hasil pertanian tanpa harus mengandalkan penggunaan bahan kimia yang intensif. Dengan begitu, kebijakan pertanian dapat diarahkan untuk mendorong penelitian dan penerapan pengendalian biologis di tingkat lapangan.

Kesuksesan ini seharusnya menjadi inspirasi bagi pengambil kebijakan untuk mengintegrasikan pendekatan berbasis ekologi dalam strategi pembangunan pertanian. Mengingat manfaat ekonomi yang besar dan kontribusi terhadap kesejahteraan pedesaan, perlu ada upaya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam pengelolaan hama yang berkelanjutan. Hal ini termasuk pelatihan petani, dukungan terhadap penelitian lokal, dan integrasi metode pengendalian biologis dalam program perlindungan tanaman nasional.

Secara keseluruhan, pengendalian biologis adalah elemen kunci yang setara pentingnya dengan Revolusi Hijau dalam upaya meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian di Asia-Pasifik. Dengan memadukan inovasi teknologi dan pendekatan ekologi, masa depan pertanian dapat lebih cerah dan berkelanjutan. Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk merefleksikan kembali konsep Revolusi Hijau yang selama ini kita kenal dan mulai memikirkan bagaimana pendekatan berbasis alam dapat menjadi bagian integral dari sistem pangan global yang berkelanjutan.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *