Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Sterilisasi susu adalah proses krusial dalam industri pangan yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme berbahaya, memastikan keamanan produk bagi konsumen. Ada tiga metode sterilisasi utama yang umum digunakan, yaitu pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (HTST), pasteurisasi ultratinggi (UP), dan sterilisasi suhu ultratinggi (UHT). Meski efektif dalam membunuh patogen, pemanasan ini berpotensi memicu reaksi kimia yang tidak diinginkan, salah satunya adalah Reaksi Maillard, yang memainkan peran penting dalam perubahan kualitas susu, terutama terkait dengan pembentukan senyawa furfural dan hidroksimetilfurfural.
Reaksi Maillard terjadi ketika protein dan gula dalam susu berinteraksi pada suhu tinggi, menghasilkan senyawa-senyawa yang memberikan aroma dan warna khas pada produk pangan, namun juga dapat menimbulkan risiko kesehatan. Senyawa furfural, yang dihasilkan sebagai produk antara dari Reaksi Maillard, diketahui memiliki potensi efek mutagenik dan genotoksik. Oleh karena itu, penting untuk memahami hubungan antara intensitas perlakuan panas dan pembentukan senyawa-senyawa ini, agar bisa meminimalkan risiko dan menjaga kualitas nutrisi susu.
Penelitian ini mengukur kandungan senyawa furfural menggunakan teknik kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dengan deteksi ultraviolet dalam waktu singkat (12 menit). Dengan memvariasikan 13 level intensitas perlakuan panas (kombinasi suhu dan waktu) serta tiga level tekanan homogenisasi, para peneliti dapat mempelajari perubahan kandungan furfural setelah berbagai proses perlakuan panas di pabrik percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu perlakuan, semakin banyak senyawa furfural dan hidroksimetilfurfural yang terbentuk. Ini memberikan indikasi bahwa intensitas pemanasan yang tinggi dapat mempercepat pembentukan produk antara dari Reaksi Maillard, yang perlu diawasi dalam proses pengolahan susu.
Selain itu, model regresi suhu dan model prediksi kandungan furfural yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan alat kuantitatif untuk memprediksi hubungan antara suhu perlakuan dan pembentukan senyawa berbahaya tersebut. Model ini sangat berguna bagi industri untuk menilai dampak perlakuan panas pada produk susu dan melakukan penyesuaian agar dapat mengontrol pembentukan furfural. Menariknya, penelitian ini juga menunjukkan bahwa tekanan homogenisasi memiliki pengaruh minimal terhadap kandungan furfural dalam susu cair, sehingga kontrol utama harus difokuskan pada intensitas suhu pemanasan.
Temuan lain yang penting adalah deteksi senyawa furyl methyl ketone dan methylfurfural, yang muncul setelah susu mengalami overprocessing atau pemanasan berlebihan. Kemunculan senyawa ini menjadi tanda bahwa susu telah mengalami perlakuan panas yang terlalu intens, yang tidak hanya mempengaruhi keamanan pangan tetapi juga kualitas organoleptik dan nilai gizi susu. Dengan demikian, penting bagi produsen susu untuk menghindari overprocessing guna memastikan produk tetap aman dan berkualitas tinggi.
Kesimpulannya, meskipun sterilisasi sangat penting untuk keamanan pangan, penting bagi industri susu untuk mempertimbangkan dampak pemanasan terhadap pembentukan senyawa berbahaya seperti furfural. Dengan menggunakan model evaluasi suhu dan prediksi kandungan furfural, produsen dapat mengoptimalkan proses perlakuan panas agar tetap menjaga keamanan produk tanpa mengorbankan kualitas gizi dan rasa. Inovasi dalam teknologi pengolahan susu yang lebih ramah terhadap nutrisi sangat diperlukan untuk mendukung kesehatan konsumen secara lebih baik.