Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Keju putih brined, jenis keju keras yang difermentasi dalam air garam, memiliki karakteristik rasa yang gurih dan asin. Sayangnya, proses pembuatannya sering kali menghadapi tantangan mikrobiologis, terutama dari bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes. Dengan meningkatnya perhatian terhadap penggunaan pengawet alami untuk menggantikan bahan sintetis yang berisiko terhadap kesehatan, penelitian ini berfokus pada eksplorasi potensi minyak atsiri sebagai pengawet alami dalam produk keju. Minyak atsiri dari kemenyan dan bawang merah (shallot) diujikan sebagai alternatif alami untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan meningkatkan kualitas sensori keju putih brined.
Minyak atsiri telah lama dikenal memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan yang kuat, menjadikannya kandidat ideal sebagai pengawet alami. Komponen bioaktif dalam minyak atsiri seperti terpenoid dan flavonoid dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya tanpa mengubah kualitas sensori produk pangan secara signifikan. Dalam studi ini, beberapa konsentrasi minyak atsiri kemenyan dan bawang merah diujikan terhadap keju putih brined yang diinokulasi dengan Listeria monocytogenes. Hasilnya menunjukkan bahwa minyak atsiri ini secara efektif menurunkan jumlah bakteri hingga level yang aman, terutama pada konsentrasi minyak atsiri kemenyan 0.7% dan bawang merah 0.2%.
Pentingnya penelitian ini tidak hanya terletak pada efektivitas minyak atsiri sebagai pengawet alami, tetapi juga pada pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia dan sensori dari keju putih brined. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan minyak atsiri tidak secara signifikan mengubah rasa, tekstur, atau aroma keju, sehingga produk akhir tetap dapat diterima oleh konsumen. Hal ini menjadi poin penting, mengingat salah satu tantangan utama dalam penggunaan pengawet alami adalah bagaimana mempertahankan kualitas sensori produk agar tetap sesuai dengan preferensi konsumen.
Dari segi antimikroba, minyak bawang merah pada konsentrasi 0.2% memberikan efek penghambatan yang signifikan terhadap pertumbuhan Listeria monocytogenes, sementara minyak kemenyan pada konsentrasi 0.7% hampir sepenuhnya menghilangkan bakteri ini pada akhir masa penyimpanan. Ini menunjukkan bahwa kedua minyak atsiri tersebut memiliki potensi besar dalam aplikasi pengawetan makanan, baik secara individual maupun dalam kombinasi.
Optimalisasi penggunaan minyak atsiri dalam produk keju ini juga memberikan solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan, sejalan dengan tren global menuju pengembangan produk pangan yang lebih alami dan aman bagi kesehatan konsumen. Dengan semakin meningkatnya kekhawatiran terhadap penggunaan pengawet kimia yang dapat memberikan dampak negatif terhadap tubuh, minyak atsiri dari tanaman obat seperti kemenyan dan bawang merah dapat menjadi alternatif yang efektif.
Uji sensori yang melibatkan panelis terlatih menunjukkan bahwa keju dengan tambahan minyak bawang merah pada konsentrasi 0.2% tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam hal cita rasa dan tekstur dibandingkan dengan keju kontrol. Ini menandakan bahwa minyak atsiri bawang merah dapat digunakan dalam formulasi keju putih brined tanpa mengorbankan kualitas sensori produk, sekaligus memberikan manfaat antimikroba yang nyata.
Kesimpulannya, penggunaan minyak atsiri kemenyan dan bawang merah dalam pembuatan keju putih brined dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah keamanan pangan terkait pertumbuhan bakteri patogen. Penggunaan minyak atsiri alami tidak hanya meningkatkan kualitas produk dari segi keamanan, tetapi juga mendukung tren konsumen yang lebih menyukai produk alami dan minim bahan kimia sintetis. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pengembangan teknologi pangan yang lebih aman dan berkelanjutan.