Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Limbah pangan, terutama dari kategori buah dan sayuran, menjadi perhatian utama dalam konteks keberlanjutan pangan global. Dibandingkan dengan kategori makanan lainnya, buah dan sayuran merupakan produk yang paling sering terbuang. Hal ini tidak hanya menciptakan kerugian ekonomi yang signifikan, tetapi juga merugikan sumber daya sosial dan lingkungan. Limbah ini bisa menjadi peluang besar jika dikelola dengan bijak, terutama melalui pemanfaatannya sebagai pakan ternak yang ramah lingkungan. Inilah yang menjadi inti dari studi yang dilakukan dengan mengambil sampel limbah buah dan sayuran (Fruit and Vegetable Waste, FVW) dari General Wholesale Market di Milan.
Dalam studi tersebut, FVW yang dikumpulkan selama setahun dianalisis untuk berbagai parameter, mulai dari aspek keamanan hingga kandungan nutrisi, vitamin, dan mineralnya. Hasil menunjukkan bahwa FVW memiliki potensi nilai gizi yang sangat baik, dengan kandungan zat kering (dry matter, DM) rata-rata 10.82 ± 1.21% dan serat detergen netral (neutral detergent fibre, NDF) sekitar 22.43 ± 4.52% DM. Selain itu, FVW ini juga mengandung gula larut yang cukup tinggi (30.51 ± 7.61% DM). Namun, kandungan air yang tinggi dalam limbah ini menjadi tantangan utama, karena membuatnya mudah rusak dan membatasi masa simpan serta mempersulit proses transportasi.
Sebagai dosen di bidang Teknologi Pangan, potensi limbah buah dan sayuran sebagai pakan ternak merupakan solusi inovatif untuk mengurangi dampak limbah pangan, sekaligus mendukung produksi pangan berkelanjutan. Penggunaan FVW sebagai pakan ternak tidak hanya mengurangi ketergantungan pada lahan pertanian yang semakin terbatas untuk produksi pakan, tetapi juga memperbaiki siklus keberlanjutan dalam rantai pasok pangan. Studi ini memberikan gambaran bahwa limbah yang selama ini dianggap tidak berharga, ternyata memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, termasuk serat dan gula yang dapat mendukung kebutuhan pakan ternak.
Namun demikian, tantangan besar yang dihadapi adalah kadar air tinggi dalam FVW yang dapat mempercepat proses pembusukan dan menurunkan kualitas bahan. Oleh karena itu, studi ini dengan cerdas mengusulkan strategi untuk menekan kandungan air dalam FVW melalui proses pressing, yang diharapkan dapat meningkatkan masa simpan dan mempermudah transportasi. Dalam hal ini, teknologi pengolahan pangan seperti pengeringan atau pressing sangat penting untuk dikembangkan agar limbah buah dan sayuran dapat digunakan secara efektif sebagai pakan ternak.
Dalam konteks ini, keberhasilan pengolahan limbah menjadi produk yang lebih tahan lama dan aman juga berperan dalam menjaga keberlanjutan sistem pangan secara keseluruhan. Mengubah FVW menjadi pakan ternak yang bernilai ekonomi tinggi bukan hanya mengurangi jejak lingkungan dari produksi pakan, tetapi juga menurunkan biaya produksi ternak. Dampaknya tidak hanya terasa dalam aspek ekonomi, tetapi juga pada pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menekankan pentingnya pengembangan teknologi yang tepat untuk memanfaatkan limbah pangan. Sebagai dosen di bidang Teknologi Pangan, inovasi seperti ini harus terus didorong dan dikembangkan lebih lanjut di tingkat akademis maupun industri. Potensi besar limbah buah dan sayuran sebagai pakan ternak harus menjadi bagian dari upaya kolektif dalam menciptakan rantai pasok pangan yang lebih aman, berkelanjutan, dan efisien di masa depan.