Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Pertumbuhan populasi dan peningkatan kebutuhan akan pasokan air menyebabkan eksploitasi sumber air non-konvensional menjadi sorotan utama. Kebutuhan air untuk irigasi menjadi penyumbang terbesar dalam total penarikan air global, sehingga pemanfaatan sumber air non-konvensional sangat penting untuk memastikan keberlanjutan sumber daya air. Dalam konteks ini, inovasi teknologi dan manajemen yang tepat menjadi kunci untuk menjadikan sumber air non-konvensional sebagai alternatif berkelanjutan dalam irigasi pertanian.
Penelitian ini menawarkan tinjauan sistematis tentang aspek regulasi, teknologi, dan manajemen yang memungkinkan teknologi inovatif untuk memfasilitasi pemanfaatan sumber air non-konvensional. Salah satu langkah penting adalah mengkaji kualitas air dari sumber-sumber non-konvensional tersebut untuk memastikan keamanan dan kelayakannya digunakan dalam irigasi. Parameter fisik, kimia, dan biologis dari kualitas air sangat krusial, mengingat dampaknya terhadap tanaman, kesehatan manusia, dan lingkungan.
Ada lima sumber air non-konvensional yang dievaluasi dalam penelitian ini, yaitu air hujan/limpasan badai, air pendingin industri, air limbah hidrolik fraktur (hydraulic fracturing), air limbah proses industri, dan limbah domestik. Setiap sumber memiliki tantangan kualitas air tersendiri, seperti padatan tersuspensi, kebutuhan oksigen biokimia/kimia (BOD/COD), total padatan terlarut, total nitrogen, bakteri, dan kontaminan baru yang muncul. Dalam hal ini, teknologi yang tersedia untuk meningkatkan kualitas air dari sumber-sumber ini sangat penting untuk diadopsi agar air tersebut layak digunakan untuk irigasi.
Bagi dosen di bidang Teknologi Pangan, penelitian ini sangat penting karena irigasi yang baik dan efisien akan berdampak langsung pada produktivitas pertanian, terutama untuk komoditas pangan. Penggunaan air non-konvensional membuka peluang besar untuk mempertahankan sistem pertanian berkelanjutan di tengah krisis air yang terus meningkat. Namun, tantangan utama adalah bagaimana memadukan teknologi yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kualitas air dengan biaya yang efisien serta mempertimbangkan risiko yang mungkin muncul baik terhadap tanaman maupun lingkungan.
Teknologi yang tersedia untuk memperbaiki kualitas air non-konvensional telah ditinjau secara komprehensif dalam penelitian ini, termasuk metode filtrasi, disinfeksi, serta proses pengolahan kimia dan biologis lainnya. Meskipun demikian, risiko yang mungkin muncul dari penggunaan air non-konvensional, seperti akumulasi kontaminan dalam tanaman atau dampak negatif terhadap kesehatan manusia, harus dipertimbangkan dengan serius. Oleh karena itu, perlunya regulasi ketat dan pemantauan yang konsisten menjadi salah satu faktor utama dalam penerapan teknologi ini.
Studi ini juga mengidentifikasi tiga prioritas utama untuk penelitian masa depan, yaitu pengumpulan air non-konvensional yang lebih efisien, desain pengolahan yang sesuai dengan tujuan (fit-for-purpose treatment), dan penerapan proses yang hemat energi. Arahan ini sangat relevan dengan upaya menciptakan teknologi irigasi yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Sebagai langkah awal, pengembangan teknologi yang hemat energi dalam pengolahan air non-konvensional akan mengurangi biaya operasional serta dampak lingkungan secara keseluruhan.
Kesimpulannya, pemanfaatan sumber air non-konvensional adalah solusi yang sangat menjanjikan untuk menjawab krisis air di masa depan, terutama untuk irigasi pertanian. Dengan inovasi teknologi yang tepat dan manajemen yang bijak, sumber air alternatif ini dapat mendukung pertanian berkelanjutan tanpa mengorbankan kualitas lingkungan. Sebagai dosen di bidang Teknologi Pangan, studi ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya pengelolaan air untuk sektor pertanian, yang pada akhirnya akan berdampak pada ketahanan pangan global.