Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Fosil bahan bakar telah lama menjadi penyebab utama perubahan iklim, sehingga transisi ke sumber energi alternatif semakin mendesak. Dalam konteks ini, biofuel seperti bioetanol muncul sebagai solusi yang menjanjikan. Bioetanol tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, tetapi juga dapat digunakan dengan mesin pembakaran internal yang sudah ada, sehingga mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan ini dalam sektor transportasi.
Produksi bioetanol umumnya dilakukan melalui fermentasi mikroba terhadap gula fermentasi, seperti glukosa. Proses ini memungkinkan konversi bahan baku menjadi etanol, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Secara tradisional, bahan baku pertama yang digunakan termasuk biji-bijian, tebu, dan bit gula. Namun, dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai keberlanjutan pangan, perhatian kini beralih ke bahan baku lignoselulosa (generasi kedua) dan biomassa alga (generasi ketiga). Bahan baku ini menawarkan potensi yang lebih besar untuk produksi bioetanol tanpa bersaing dengan kebutuhan pangan.
Kualitas dan jumlah etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk jenis bahan baku, kondisi fermentasi, dan kesehatan ragi. Oleh karena itu, penelitian yang mendalam mengenai teknologi fermentasi dan praktik yang digunakan sangat penting untuk meningkatkan hasil produksi. Dalam kajian ini, berbagai teknologi dan praktik fermentasi yang digunakan dalam produksi bioetanol dibandingkan, memberikan gambaran tentang bagaimana cara meningkatkan efisiensi dan hasil produksi.
Pentingnya menjaga homeostasis nutrisi ragi selama fermentasi juga harus diperhatikan. Ragi merupakan komponen vital dalam proses fermentasi, dan keseimbangan nutrisi yang baik akan mendukung aktivitas metabolisme ragi, sehingga menghasilkan etanol yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai kebutuhan nutrisi ragi dan bagaimana cara mengelolanya selama proses fermentasi sangat penting.
Selain itu, review ini memberikan wawasan bagi produsen industri dan pembuat kebijakan mengenai teknologi yang tersedia, hasil bioetanol yang dicapai melalui praktik manufaktur saat ini, serta tujuan untuk inovasi di masa depan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang produksi bioetanol, pemangku kepentingan dapat membuat keputusan yang lebih baik mengenai investasi dan pengembangan teknologi baru dalam sektor energi terbarukan.
Ke depan, penting untuk terus mengeksplorasi dan mengembangkan sumber bahan baku baru serta teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi produksi bioetanol. Hal ini tidak hanya berkontribusi terhadap keberlanjutan energi, tetapi juga dapat memberikan alternatif yang lebih ramah lingkungan bagi masyarakat global yang semakin mengandalkan energi terbarukan.
Dengan potensi yang sangat besar untuk mengurangi emisi karbon dan dampak lingkungan, bioetanol dari berbagai sumber bahan baku dapat menjadi salah satu kunci dalam transisi menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing. Pendekatan inovatif dalam penelitian dan pengembangan di bidang ini akan menjadi sangat penting untuk mencapai target keberlanjutan di masa depan.