Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Penelitian terkait pengendalian Zygosaccharomyces rouxii, ragi osmotoleran yang sering menyebabkan kerusakan pada makanan berkandungan gula tinggi, menawarkan temuan menarik mengenai penggunaan teknologi pemanasan microwave sebagai alternatif metode pasteurisasi konvensional. Studi ini menitikberatkan pada resistensi termal Z. rouxii pada buah aprikot dan ara yang memiliki kadar kelembaban menengah (IMC) selama proses pasteurisasi microwave, serta membandingkan nilai D, z, dan F antara metode microwave dengan pasteurisasi konvensional.
Pada dasarnya, teknologi pemanasan microwave terbukti lebih efisien dalam mengurangi waktu datang panas (come-up time/CUT) dan nilai D, yang menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan populasi mikroba hingga sepuluh kali lipat menjadi lebih singkat. Berdasarkan penelitian ini, ragi Z. rouxii mencapai pengurangan sebesar lima log10 dengan metode pemanasan microwave pada nilai F8533.8 untuk aprikot sebesar 3,6 menit dan F8532.15 untuk ara sebesar 3,35 menit. Hasil ini menunjukkan efektivitas pasteurisasi microwave dalam menginaktivasi mikroba secara lebih cepat dibandingkan metode konvensional.
Selain itu, studi ini juga menyoroti pentingnya menjaga kualitas produk setelah dipasteurisasi. Buah aprikot dan ara yang dipasteurisasi menggunakan microwave mengalami penurunan kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan pasteurisasi konvensional. Parameter seperti total padatan terlarut, kehilangan berat, dan nilai warna tetap lebih baik terjaga pada metode microwave. Ini menunjukkan bahwa metode ini tidak hanya efisien dalam membunuh mikroba, tetapi juga mampu mempertahankan kualitas sensorik dan fisik produk lebih baik.
Salah satu indikator penting dalam penilaian kualitas produk pasca-pasteurisasi adalah kandungan hidroksimetilfurfural (HMF), senyawa yang terbentuk selama proses pemanasan yang berlebihan dan dapat menurunkan kualitas produk. Menariknya, pada penelitian ini, kandungan HMF pada sampel yang dipasteurisasi dengan microwave lebih rendah sebesar 23,5% pada aprikot dan 32% pada ara, dibandingkan dengan metode pasteurisasi konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan microwave dapat mengurangi risiko kerusakan kualitas akibat pemanasan berlebihan.
Dalam konteks industri pangan, temuan ini sangat penting, terutama dalam menjaga stabilitas produk makanan yang memiliki kadar gula tinggi, seperti buah kering dan produk berkadar kelembaban menengah lainnya. Teknologi pasteurisasi microwave menawarkan solusi yang lebih cepat, efisien, dan efektif dalam membunuh mikroba tanpa mengorbankan kualitas produk secara signifikan.
Keunggulan dari teknologi ini adalah potensi penerapannya secara luas di industri pengolahan makanan. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan penurunan drastis populasi Z. rouxii, pengurangan kerusakan kualitas, serta peningkatan efisiensi proses, metode pasteurisasi microwave dapat menjadi teknologi pilihan di masa depan untuk produk-produk berkelembaban menengah.
Secara keseluruhan, penelitian ini membuka jalan bagi inovasi lebih lanjut dalam teknologi pengolahan makanan, di mana efisiensi dan kualitas menjadi dua aspek yang saling menguntungkan. Terobosan ini dapat menjadi landasan bagi pengembangan metode pengolahan yang lebih baik dalam menjawab tantangan kontaminasi mikroba pada produk makanan, sekaligus mempertahankan kualitas yang diinginkan oleh konsumen.