Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Chao, sebuah hidangan tradisional dari Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, merupakan contoh kuliner lokal Indonesia yang memiliki potensi besar, tetapi masih kurang dikenal oleh masyarakat luas. Terbuat dari ikan fermentasi yang kemudian difermentasi kembali dengan nasi, Chao memiliki karakteristik seperti pasta, berwarna coklat muda, dengan cita rasa unik yang sedikit asam dan asin. Walaupun masyarakat Pangkep umumnya menggunakan Chao sebagai bumbu, pelengkap, atau lauk, penampilannya yang menyerupai makanan basi membuat produk ini kurang diminati oleh konsumen modern. Untuk itu, penelitian ini dilakukan guna mengeksplorasi pengaruh variasi jenis beras terhadap karakteristik Chao Udang selama proses fermentasi, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik produk Chao.
Penelitian ini menguji pengaruh penggunaan tiga jenis beras yang berbeda—beras putih, beras merah, dan beras hitam—terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat (LAB), kadar asam laktat total, nilai pH, serta hasil uji organoleptik. Temuan menarik menunjukkan bahwa penggunaan beras merah menghasilkan pertumbuhan LAB tertinggi sebesar 7,67 log cfu/g, dengan nilai pH terendah yaitu 6,02, dan kadar asam laktat tertinggi sebesar 1,8%. Ini menunjukkan bahwa beras merah mendukung proses fermentasi yang lebih aktif, yang pada gilirannya meningkatkan kandungan asam organik yang penting bagi stabilitas dan keamanan pangan fermentasi.
Namun, meskipun fermentasi beras merah lebih aktif, uji organoleptik menunjukkan bahwa Chao udang berbasis beras putih memiliki nilai preferensi tertinggi dengan skor rata-rata 3,85, diikuti oleh Chao beras merah dengan skor 3,78. Ini berarti bahwa dari segi penerimaan konsumen, Chao berbasis beras putih masih lebih disukai dibandingkan varian lainnya. Hasil ini mengindikasikan bahwa meskipun fermentasi dengan beras merah menawarkan keunggulan dari segi mikrobiologis, preferensi konsumen masih cenderung memilih rasa dan tekstur yang dihasilkan oleh beras putih.
Dari perspektif Teknologi Pangan, inovasi ini membuka peluang besar bagi pengembangan produk Chao sebagai pangan fungsional. Penggunaan berbagai jenis beras sebagai substrat fermentasi memberikan variasi dalam karakteristik produk akhir, baik dari segi mikrobiologi maupun sensori. Tingginya kandungan LAB pada Chao berbasis beras merah, misalnya, menandakan potensi produk ini sebagai probiotik alami yang dapat mendukung kesehatan pencernaan. Selain itu, peningkatan kadar asam laktat selama fermentasi berperan penting dalam menjaga kestabilan produk serta memperpanjang umur simpan.
Meskipun demikian, tantangan utama tetap pada bagaimana meningkatkan penerimaan konsumen terhadap Chao, terutama dalam hal penampilan dan citra produk. Karena produk ini cenderung memiliki tampilan yang kurang menarik, dibutuhkan strategi pengolahan yang dapat mengubah persepsi negatif konsumen tanpa mengorbankan keaslian rasa dan manfaat kesehatannya. Pendekatan inovatif seperti modifikasi tekstur, penambahan bahan tambahan alami yang memperbaiki warna dan aroma, serta kemasan modern dapat menjadi solusi untuk meningkatkan daya tarik produk Chao di pasar yang lebih luas.
Dalam konteks diversifikasi pangan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Chao memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai produk pangan fermentasi yang tidak hanya kaya akan cita rasa, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan. Teknologi fermentasi yang melibatkan berbagai variasi beras dapat digunakan untuk menciptakan produk dengan karakteristik yang berbeda, memungkinkan konsumen untuk memilih produk yang sesuai dengan preferensi mereka. Di masa depan, pengembangan Chao dapat diarahkan pada pasar makanan fungsional, di mana kandungan probiotik alami dan manfaat kesehatan yang ditawarkannya menjadi daya tarik utama.
Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan bahwa inovasi dalam pengolahan Chao dengan berbagai variasi beras dapat meningkatkan kualitas dan nilai gizi produk, sambil mempertahankan karakteristik tradisionalnya. Dengan strategi pengolahan dan pemasaran yang tepat, Chao dapat diangkat dari produk lokal yang kurang dikenal menjadi salah satu produk pangan fermentasi unggulan yang diminati oleh konsumen luas, baik di pasar lokal maupun global.