Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Seiring dengan meningkatnya populasi dunia dan permintaan yang terus menerus terhadap buah dan sayuran sepanjang tahun, teknologi pascapanen kini menjadi topik yang sangat penting dalam diskusi terkait ketahanan pangan. Buah dan sayuran, yang dikenal karena sifatnya yang mudah rusak, menghadapi tantangan besar dalam rantai distribusi. Kegagalan dalam mengelola pascapanen dapat menyebabkan kerugian besar, tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga dalam hal akses pangan bagi masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan pascapanen yang efektif dapat berkontribusi pada tujuan global seperti keamanan pangan dan pengentasan kemiskinan, khususnya di negara-negara berkembang.
Di negara berkembang, kerugian pascapanen sering kali menjadi masalah yang krusial. Ketika buah dan sayuran mengalami kerusakan sebelum sampai ke konsumen, ini tidak hanya merugikan petani secara ekonomi tetapi juga berdampak langsung pada akses pangan. Kehilangan hasil panen yang signifikan menjadi tantangan dalam mencapai ketahanan pangan, terutama dalam menghadapi populasi dunia yang terus bertambah. Maka dari itu, penurunan kerugian pascapanen harus menjadi prioritas utama, baik dari segi teknologi maupun kebijakan. Pengembangan teknologi pascapanen yang inovatif dapat memperpanjang umur simpan, mempertahankan kualitas, dan pada akhirnya menjamin ketersediaan pangan.
Salah satu aspek yang menarik dari kemajuan teknologi pascapanen adalah berbagai metode yang telah dikembangkan untuk mempertahankan kualitas buah dan sayuran. Misalnya, teknologi seperti foam mat drying, dehidrasi osmotik, pengeringan beku (freeze drying), pengeringan gelombang mikro, dan pengeringan semprot (spray drying) telah menunjukkan efektivitasnya dalam menjaga nutrisi dan kualitas produk pascapanen. Setiap metode memiliki kelebihan dan tantangan tersendiri. Sebagai contoh, foam mat drying menawarkan pengeringan yang lebih cepat, sedangkan freeze drying mampu mempertahankan struktur dan nutrisi produk dengan lebih baik, meskipun memerlukan biaya energi yang lebih tinggi.
Selain metode pengeringan, ada pula beberapa pendekatan yang berfokus pada memperpanjang umur simpan buah dan sayuran. Irradiasi, misalnya, merupakan teknologi yang dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan memperlambat proses pembusukan, sementara perlakuan suhu rendah dapat mempertahankan kesegaran produk lebih lama. Modified Atmosphere Packaging (MAP), yang mengatur komposisi gas di dalam kemasan, juga efektif dalam menghambat proses respirasi pada buah dan sayuran, memperpanjang umur simpan tanpa menambahkan bahan kimia. Sedangkan edible coatings, lapisan tipis yang dapat dimakan, berfungsi melindungi produk dari oksidasi dan kontaminasi mikroba.
Namun, meski teknologi-teknologi ini sangat menjanjikan, tantangan tetap ada dalam penerapannya di negara berkembang. Kendala infrastruktur, biaya produksi, dan kurangnya akses terhadap teknologi modern masih menjadi penghambat utama. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, lembaga riset, dan sektor swasta untuk berkolaborasi dalam memperkenalkan teknologi yang tepat guna dan berkelanjutan. Teknologi harus disesuaikan dengan kondisi lokal, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan petani untuk mengadopsinya.
Pada akhirnya, pengembangan dan penerapan teknologi pascapanen yang tepat bukan hanya tentang meningkatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga tentang keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pengelolaan pascapanen yang baik, kita dapat menjaga stabilitas pasokan pangan, mengurangi kerugian hasil pertanian, dan pada akhirnya berkontribusi pada ketahanan pangan global. Teknologi pascapanen yang efektif adalah jembatan menuju masa depan pertanian yang lebih tangguh dan adil bagi semua lapisan masyarakat.