Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam industri pangan, terutama dalam pembuatan kue, penggunaan shortening sebagai bahan lemak sangat umum. Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan, banyak peneliti mencari alternatif yang lebih sehat, seperti oleogels. Penelitian ini mengeksplorasi berbagai jenis oleogels yang dibuat dengan lima gelator: hydroxypropyl methyl cellulose (HPMC), monoacylglycerol (MAG), sodium stearyl lactate (SSL), rice bran wax (RBW), dan beeswax (BW). Hasil penelitian ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana oleogels ini dapat digunakan dalam pembuatan kue.
Hasil analisis tekstur, mikrostruktur, dan warna menunjukkan bahwa cookies yang menggunakan MAG, RBW, dan shortening memiliki tingkat kekerasan dan struktur berpori yang serupa. Ini menunjukkan bahwa oleogels berbasis MAG dan RBW dapat menjadi alternatif yang layak untuk shortening, tidak hanya dalam hal rasa tetapi juga dalam aspek tekstur dan penampilan produk akhir. HPMC dan SSL menunjukkan hasil yang kurang optimal dibandingkan dengan oleogels lainnya, mengindikasikan bahwa pemilihan gelator sangat penting dalam mencapai kualitas yang diinginkan.
Dari segi sifat reologi, MAG dan RBW menunjukkan karakteristik yang sangat baik, mirip dengan shortening. Ini menandakan bahwa kedua gelator tersebut mampu memberikan kinerja yang diharapkan dalam proses pembuatan kue. Penggunaan oleogels yang memiliki sifat reologi yang baik tidak hanya memudahkan proses pencampuran bahan tetapi juga dapat mempengaruhi hasil akhir dari produk kue.
Evaluasi sensori konsumen terhadap cookies menunjukkan bahwa RBW, MAG, dan shortening memiliki skor yang hampir sama, yaitu 3.9, 4.3, dan 4.1, masing-masing. Skor yang tinggi ini menunjukkan penerimaan yang baik dari konsumen terhadap cookies yang menggunakan oleogels tersebut, yang menandakan potensi besar bagi pengembangan produk baru yang lebih sehat tanpa mengorbankan kualitas.
Lebih lanjut, penelitian ini menemukan bahwa untuk oleogels berbasis lilin, semakin tinggi kandungan kristal β’ dan solid fat content (SFC), semakin rendah kekerasan cookies yang dihasilkan. Ini memberikan wawasan penting bagi produsen dalam merancang formulasi yang tepat untuk mencapai tekstur kue yang diinginkan. Namun, untuk oleogels berbasis emulsi, kekerasan cookies tidak tergantung pada kandungan β’ dan SFC, menunjukkan bahwa faktor lain juga berperan dalam menentukan kualitas produk.
Penelitian ini juga menegaskan bahwa pemilihan gelator yang tepat adalah kunci untuk mencapai kualitas cookies yang sebanding dengan shortening. Informasi ini sangat berguna bagi industri makanan dalam upaya mereka untuk mengembangkan oleogels yang dapat digunakan dalam produk kue dan meningkatkan kesehatan konsumen.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan referensi yang berguna untuk pengembangan oleogels yang dapat menandingi kualitas shortening dalam cookies. Dengan meningkatnya permintaan akan produk yang lebih sehat, penggunaan oleogels berbasis MAG dan RBW dapat menjadi solusi yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan pasar dan menjaga kualitas makanan.