Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam ekosistem laut, setiap spesies memiliki cara untuk menyimpan energi untuk digunakan sendiri dan untuk disalurkan kepada predatornya. Phytoplankton dan rumput laut berperan sebagai komponen awal dalam rantai makanan, tumbuh di perairan dangkal melalui proses fotosintesis, dan bersaing untuk memanfaatkan energi matahari. Meski biomassa phytoplankton hanya menyumbang 1%-2% dari total karbon tanaman global, mereka bertanggung jawab atas lebih dari 40% fotosintesis global. Hal ini menunjukkan betapa vitalnya peran phytoplankton dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Ketika kita melihat transisi energi dari phytoplankton ke spesies berikutnya dalam rantai makanan, sebagian besar eksersi energi hilang dan entropi meningkat. Fenomena ini biasanya disebabkan oleh konversi dari sel tanaman menjadi sel hewan, yang membutuhkan energi dan menghasilkan limbah. Proses ini tidak hanya menyoroti kompleksitas interaksi dalam rantai makanan, tetapi juga menunjukkan bahwa efisiensi energi menjadi tantangan besar bagi kelangsungan hidup spesies dalam ekosistem yang lebih besar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat kimia dari material yang disimpan—apakah itu lemak, protein, atau karbohidrat—tidak berhubungan dengan posisi spesies dalam rantai makanan. Ini mengindikasikan bahwa meskipun spesies yang berbeda dapat menyimpan energi dengan cara yang berbeda, efeknya terhadap ekosistem tidak selalu tergantung pada jenis simpanan energi tersebut. Artinya, semua spesies memiliki peran yang sama penting dalam jaringan makanan, dan dampak dari perubahan pada satu spesies dapat terasa pada seluruh ekosistem.
Produksi global makroalga diperkirakan mencapai sekitar 3 juta ton pada tahun 2012, dengan konsumsi yang diproyeksikan mencapai 13 juta ton pada tahun 2050. Tren ini menunjukkan peningkatan permintaan terhadap rumput laut, yang bisa menjadi ancaman bagi keseimbangan ekologi laut jika tidak dikelola dengan bijaksana. Jika energi yang tersedia dari phytoplankton semakin tersimpan dalam jumlah yang tidak wajar oleh rumput laut yang dibudidayakan, maka persaingan antara rumput laut dan phytoplankton dapat menjadi pukulan berat bagi ekosistem laut.
Persaingan ini tidak hanya akan mempengaruhi ketersediaan makanan bagi spesies yang bergantung pada phytoplankton, tetapi juga dapat mengubah struktur komunitas laut secara keseluruhan. Rumput laut yang dibudidayakan dalam jumlah besar dapat mengganggu siklus nutrisi dan mengurangi biodiversitas, yang sangat penting untuk ketahanan ekosistem laut.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk memahami dinamika antara phytoplankton dan rumput laut dalam konteks produksi dan konsumsi global. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi dampak dari peningkatan budidaya rumput laut terhadap kesehatan laut dan untuk mengembangkan strategi yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut.
Secara keseluruhan, hubungan antara phytoplankton dan rumput laut menciptakan jaringan yang rumit, di mana keseimbangan antara produksi, konsumsi, dan ekosistem harus dipertimbangkan untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang. Masyarakat harus lebih sadar akan peran penting phytoplankton dan risiko yang mungkin timbul dari praktik budidaya rumput laut yang tidak bertanggung jawab.