Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Pulsed Electric Field (PEF) telah muncul sebagai teknologi non-termal yang sangat menjanjikan dalam industri pengolahan pangan. Dengan keunggulan utamanya dalam menginaktivasi mikroorganisme tanpa merusak kualitas nutrisi dan organoleptik produk, PEF memberikan solusi pengawetan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun, meskipun PEF efektif dalam membunuh banyak jenis mikroba, penelitian menunjukkan bahwa beberapa mikroorganisme, seperti Saccharomyces cerevisiae, dapat mengalami cedera subletal. Mikroorganisme ini dapat pulih di bawah kondisi tertentu, yang tentu saja menimbulkan kekhawatiran serius terkait keamanan pangan.
Dalam studi ini, para peneliti mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan sel S. cerevisiae yang mengalami cedera subletal akibat PEF, seperti pH, suhu, serta penggunaan pengawet alami seperti polifenol teh dan natamisin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan dengan pH rendah (sekitar pH 4.0) dan suhu rendah (4°C) mampu menghambat pemulihan sel-sel mikroba yang rusak. Selain itu, pengawet alami seperti polifenol teh dan natamisin juga terbukti efektif dalam menekan pemulihan mikroorganisme yang tercederai, memberikan alternatif alami yang aman dalam pengolahan pangan.
Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan adanya efek sinergis antara PEF dengan faktor-faktor lain seperti suhu rendah, suhu perlakuan sedang (50–55°C), serta penggunaan polifenol teh dan natamisin dalam menginaktivasi S. cerevisiae di dalam jus melon. Kombinasi perlakuan ini menghasilkan tingkat inaktivasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan PEF saja, dan lebih sedikit mikroba yang mengalami cedera subletal. Ini merupakan temuan penting, karena mikroba yang tidak sepenuhnya terbunuh berpotensi pulih dan berkembang kembali, terutama dalam produk pangan yang memiliki pH netral atau sedikit asam.
Salah satu inovasi signifikan dari penelitian ini adalah penerapan PEF dengan suhu 55°C atau polifenol teh pada jus melon. Hasilnya menunjukkan bahwa metode kombinasi ini memiliki efektivitas inaktivasi mikroba yang setara dengan pasteurisasi panas konvensional, namun dengan keuntungan tambahan dalam hal mempertahankan sifat fisikokimia dan kadar vitamin C jus melon. Penggunaan PEF dengan perlakuan suhu sedang atau bahan alami seperti polifenol teh tidak hanya memperpanjang umur simpan jus, tetapi juga menjaga kualitas nutrisi dan organoleptik yang lebih baik dibandingkan dengan metode pasteurisasi termal tradisional.
Penelitian ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana mengoptimalkan pengolahan pangan dengan memanfaatkan kombinasi PEF dan faktor-faktor lainnya untuk memastikan keamanan produk. Dalam konteks industri, pendekatan ini bisa menjadi solusi praktis dalam pengolahan jus buah atau produk cair lainnya yang sensitif terhadap panas. Kombinasi teknologi ini memberikan jaminan bahwa produk tetap segar, aman, dan mempertahankan nilai gizi yang tinggi.
Secara keseluruhan, temuan ini memperkuat pentingnya pengembangan teknologi pengolahan pangan yang tidak hanya berfokus pada inaktivasi mikroorganisme, tetapi juga mencegah pemulihan mikroba yang cedera. Dengan penggunaan bahan alami dan suhu perlakuan yang lebih rendah, teknologi PEF memberikan pendekatan yang lebih ramah lingkungan dan efisien, sekaligus mendukung tren industri pangan yang semakin mengutamakan kesehatan dan kualitas.