Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Permintaan global akan produk pangan berkualitas tinggi telah mendorong inovasi teknologi dalam metode pasteurisasi dan dekontaminasi. Salah satu teknologi non-termal yang semakin mendapat perhatian dalam industri pangan adalah penggunaan ultrasonik (US). US menjadi metode yang menjanjikan untuk menginaktivasi jamur dan mikotoksin pada produk pangan, terutama karena kemampuannya untuk menjaga struktur dan sifat organoleptik produk tanpa memerlukan pemanasan yang dapat merusak kandungan nutrisi. Teknologi ini menawarkan solusi yang lebih murah, ramah lingkungan, dan efisien untuk memenuhi kebutuhan pengolahan pangan yang lebih aman dan berkualitas.
Ultrasonik bekerja dengan melepaskan energi dari fenomena akustik yang dapat merusak sel-sel mikroorganisme. Dalam konteks dekontaminasi, US telah terbukti efektif dalam menurunkan kontaminasi mikroba seperti jamur dan produk racun mereka, yaitu mikotoksin. Beberapa penelitian terbaru antara tahun 2018 hingga 2021 telah mengeksplorasi peran US dalam menginaktivasi jamur dan mikotoksin pada berbagai produk pangan, menunjukkan bahwa teknologi ini dapat menjadi alternatif yang menarik bagi metode termal tradisional yang sering kali merusak kualitas pangan.
Keefektifan US dalam dekontaminasi jamur dan mikotoksin sangat bergantung pada parameter proses seperti frekuensi, intensitas, durasi, suhu, dan tekanan pemrosesan. Frekuensi yang lebih tinggi dan intensitas energi yang tepat dapat meningkatkan kemampuan inaktivasi, sementara pengaturan suhu yang tepat dapat memastikan bahwa produk tetap segar tanpa kehilangan nutrisi penting seperti asam askorbat, likopen, dan klorofil. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang parameter proses ini menjadi kunci dalam memastikan efektivitas teknologi US dalam pengolahan pangan.
Menariknya, salah satu keunggulan utama dari teknologi US adalah kemampuannya untuk mempertahankan struktur dan sifat organoleptik produk pangan. Misalnya, pada produk pangan yang disonikasikan, kadar nutrisi seperti vitamin C, likopen, dan klorofil dapat dipertahankan lebih tinggi dibandingkan dengan metode dekontaminasi lainnya. Hal ini tentu saja menjadikan US pilihan yang sangat menarik bagi produsen pangan yang mengutamakan kualitas nutrisi dan rasa produk.
Namun, perlu dicatat bahwa teknologi US juga menunjukkan efek sinergis atau antagonis ketika dikombinasikan dengan metode dekontaminasi lain, seperti metode kimia atau termal. Kombinasi ini dapat meningkatkan atau justru mengurangi efektivitas inaktivasi jamur dan mikotoksin, tergantung pada kondisi pemrosesan yang diterapkan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami lebih baik bagaimana interaksi antara US dan metode dekontaminasi lain dapat dimanfaatkan secara optimal dalam industri pangan.
Meskipun aplikasi US dalam dekontaminasi mikroba pada produk pangan telah banyak diterapkan, penggunaan US bersama teknologi lain, seperti metode kimia atau fisik, masih membutuhkan kajian lebih mendalam. Hal ini penting untuk memastikan bahwa teknologi yang digunakan tidak hanya efektif dalam menginaktivasi kontaminan, tetapi juga tidak menimbulkan dampak negatif pada kualitas produk pangan.
Secara keseluruhan, teknologi ultrasonik menawarkan solusi inovatif dan efisien untuk memastikan keamanan pangan tanpa mengorbankan kualitas nutrisi dan organoleptik produk. Dengan penelitian lebih lanjut dan pengembangan parameter proses yang optimal, US dapat menjadi andalan masa depan industri pangan dalam menghadapi tantangan global terkait kebutuhan produk pangan yang aman, berkualitas tinggi, dan minim proses.