Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam industri pangan, teknologi hurdle sering digunakan untuk meminimalkan risiko kontaminasi mikroba. Teknologi ini menggabungkan beberapa perlakuan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme penyebab penyakit, seperti Salmonella. Penelitian terbaru yang menguji resistensi bakteri Salmonella terhadap kombinasi perlakuan asam dan panas memberikan wawasan penting bagi kita di bidang teknologi pangan. Dalam penelitian ini, respons Salmonella setelah diberi perlakuan kejut asam (pH 4.5) dan kemudian dipanaskan pada suhu antara 57,5°C hingga 65°C menjadi fokus utama, terutama dalam membandingkan dua strain Salmonella: Salmonella Senftenberg dan Salmonella Enteritidis.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kejut asam dapat memberikan efek berbeda pada resistensi termal dua strain Salmonella. Pada Salmonella Senftenberg, perlakuan kejut asam justru menurunkan resistensi terhadap panas. Ketika dihadapkan pada suhu 60°C, waktu yang diperlukan untuk mengurangi populasi bakteri sebanyak 3 log cycle berkurang secara signifikan dari 10,75 menit (untuk sel kontrol tanpa kejut asam) menjadi hanya 1,98 menit. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan kejut asam berpotensi melemahkan sel bakteri ini, sehingga lebih rentan terhadap perlakuan panas selanjutnya.
Sebaliknya, Salmonella Enteritidis menunjukkan respons yang jauh berbeda. Setelah perlakuan kejut asam, bakteri ini tetap memiliki resistensi termal yang hampir sama dengan sel yang tidak mengalami kejut asam. Waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi populasi sebanyak 3 log cycle pada suhu 60°C tetap konstan, yaitu sekitar 0,30 menit untuk sel kontrol dan 0,31 menit untuk sel yang mengalami kejut asam. Respons berbeda antara kedua strain ini menyoroti pentingnya memahami variasi strain mikroba dalam merespons berbagai perlakuan pada produk pangan.
Analisis lebih lanjut menggunakan teknik plating diferensial mengindikasikan bahwa perbedaan resistensi ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sub-lethal pada membran sel Salmonella Senftenberg akibat kejut asam. Membran sel yang rusak membuat sel lebih rentan terhadap kerusakan oleh panas. Sebaliknya, Salmonella Enteritidis tampaknya tidak mengalami kerusakan yang sama, sehingga mempertahankan resistensi termalnya meski telah mengalami kejut asam.
Penemuan ini menekankan pentingnya pemahaman mendalam tentang respons bakteri terhadap perlakuan gabungan dalam teknologi pangan. Setiap strain bakteri, bahkan dari spesies yang sama seperti Salmonella, dapat merespons secara berbeda terhadap perlakuan asam dan panas. Dalam konteks keamanan pangan, perbedaan ini dapat mempengaruhi strategi pengolahan yang digunakan oleh industri. Misalnya, perlakuan kejut asam mungkin efektif untuk melemahkan strain seperti Salmonella Senftenberg, namun mungkin kurang efektif untuk strain lain seperti Salmonella Enteritidis.
Bagi para praktisi di industri pangan, temuan ini membuka peluang untuk mengembangkan strategi pengolahan yang lebih tepat sasaran berdasarkan karakteristik strain mikroba yang dihadapi. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mengintegrasikan informasi ini ke dalam sistem produksi yang kompleks tanpa mengorbankan efisiensi dan kualitas produk.