Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam industri pangan, makanan dengan kelembapan rendah, seperti biskuit, sereal, dan produk olahan lainnya, sering kali menjadi media bagi pertumbuhan patogen berbahaya. Penyakit yang disebabkan oleh makanan ini sering dikaitkan dengan mikroorganisme patogen seperti Salmonella spp., Bacillus cereus, Clostridium spp., Cronobacter sakazakii, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Kekhawatiran utama bagi industri pangan adalah kemampuan patogen ini untuk bertahan dalam kondisi kering dan mengembangkan resistensi terhadap perlakuan panas, yang menimbulkan tantangan serius dalam menjaga keamanan pangan.
Sebuah tinjauan terbaru bertujuan untuk membahas pentingnya serta penggunaan teknologi thermal dan nonthermal baru, seperti radiofrekuensi, pasteurisasi uap, plasma, dan teknologi gas, untuk dekontaminasi patogen dalam makanan rendah kelembapan. Teknologi-teknologi ini berpotensi menawarkan solusi yang lebih efektif dibandingkan metode tradisional dalam mengatasi masalah kontaminasi. Dengan memahami mekanisme inaktivasi mikroba yang dihasilkan oleh teknologi ini, industri pangan dapat mengembangkan metode pengolahan yang lebih aman dan efisien.
Tinjauan ini juga merangkum berbagai sumber kontaminasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kel存an serta resistensi thermal mikroorganisme patogen dalam makanan rendah kelembapan. Patogen sering kali dapat bertahan dalam lingkungan kering karena kemampuan adaptasi mereka, yang menjadi perhatian utama dalam proses pengolahan makanan. Dengan mengetahui faktor-faktor ini, produsen dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif untuk meminimalkan risiko kontaminasi.
Meskipun teknik nonthermal seperti CO2 dan pemrosesan tekanan tinggi menjanjikan, hasil survei literatur menunjukkan bahwa teknik ini mungkin tidak cukup efektif dalam menginaktivasi mikroba pada makanan rendah kelembapan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kandungan kelembapan yang mendukung aktivitas mikroba. Di sisi lain, teknologi gas memiliki keunggulan karena dapat menembus jauh ke dalam komoditas dan pori-pori makanan berkat sifat difusi yang lebih tinggi, sehingga dapat menjadi pilihan yang lebih baik untuk dekontaminasi.
Melihat potensi yang ada, penting bagi industri untuk melanjutkan penelitian guna mengevaluasi strategi intervensi baru dan perlakuan kombinasi. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan inaktivasi mikroba dalam makanan rendah kelembapan tanpa mengubah secara signifikan kualitas organoleptik dan nutrisi produk. Penelitian lebih lanjut di bidang ini diharapkan dapat menghasilkan metode pengolahan yang lebih inovatif dan efisien.
Dalam konteks ini, kolaborasi antara peneliti, produsen, dan regulator sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi baru dapat diadopsi dengan aman dan efektif. Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja di industri juga perlu diperhatikan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengendalian patogen dalam makanan rendah kelembapan.
Secara keseluruhan, tinjauan ini menyoroti tantangan yang dihadapi industri pangan dalam menjaga keamanan makanan dan menunjukkan bahwa teknologi baru dapat menawarkan solusi yang menjanjikan. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat meningkatkan keamanan pangan tanpa mengorbankan kualitas produk, sehingga memberikan manfaat bagi konsumen dan produsen di era yang semakin kompetitif ini.