Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Dalam beberapa tahun terakhir, isu keamanan pangan semakin menjadi perhatian serius di berbagai belahan dunia. Hal ini dipicu oleh semakin seringnya muncul penyakit infeksi yang disebabkan oleh patogen bawaan makanan. Patogen ini menjadi salah satu faktor utama penyebab bahaya keamanan pangan. Di tengah fenomena ini, muncul pula ancaman lain yang tak kalah mengkhawatirkan, yaitu resistensi patogen terhadap antibiotik. Situasi ini memerlukan inovasi dan solusi teknologi yang lebih efisien serta hemat biaya untuk menonaktifkan mikroorganisme patogen dan mencegah kontaminasi silang pada makanan.
Salah satu teknologi terbaru yang mulai mendapat perhatian adalah Photodynamic Inactivation (PDI). Teknologi ini hadir sebagai strategi inovatif untuk membasmi patogen bawaan makanan dengan keuntungan signifikan dibandingkan pengawet tradisional, seperti tidak toksik dan rendahnya potensi resistensi mikroba. Di era modern, di mana konsumen semakin mengutamakan produk yang ramah lingkungan, PDI menawarkan solusi yang sejalan dengan permintaan tersebut. Mekanisme kerja PDI mengandalkan interaksi antara cahaya dengan photosensitizers (PSs), yang dalam kondisi tertentu dapat menghasilkan radikal bebas untuk merusak sel mikroba tanpa merugikan konsumen.
PDI memanfaatkan proses fotokimia yang kompleks. Saat photosensitizer terpapar cahaya dengan panjang gelombang tertentu, PS akan berubah menjadi bentuk tereksitasi. Dalam kondisi ini, PS dapat mentransfer energi ke oksigen, menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS). ROS inilah yang kemudian menyerang komponen esensial dalam sel mikroba, seperti dinding sel, membran, dan DNA, menyebabkan kerusakan fatal pada mikroorganisme tersebut. Proses ini efektif untuk membasmi berbagai patogen, termasuk bakteri, virus, dan jamur, tanpa menyebabkan dampak merugikan pada manusia atau lingkungan.
Namun, efektivitas PDI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah jenis dan konsentrasi photosensitizer yang digunakan, intensitas dan durasi paparan cahaya, serta sifat substrat makanan itu sendiri. Setiap makanan memiliki komposisi kimia dan fisik yang berbeda, sehingga pemilihan PS yang tepat menjadi kunci dalam memastikan keberhasilan inaktivasi mikroorganisme. Selain itu, ketebalan makanan, kelembaban, dan keberadaan zat pengganggu lainnya juga dapat memengaruhi hasil akhir dari proses PDI.
Berbagai jenis photosensitizer telah diuji dalam aplikasi PDI pada makanan, seperti senyawa porfirin, furanokumarin, dan turunan klorofil. Masing-masing PS memiliki keunggulan dan kekurangan, tergantung pada jenis patogen yang ingin ditargetkan serta sifat substrat makanannya. Misalnya, penggunaan PS yang efektif pada daging mungkin tidak selalu efektif pada produk susu, sehingga penyesuaian dalam penerapan sangat dibutuhkan untuk menjamin efektivitas inaktivasi mikroorganisme pada beragam jenis makanan.
Dalam beberapa tahun terakhir, laporan penelitian tentang penggunaan PDI dalam keamanan pangan telah meningkat signifikan. Berbagai studi menunjukkan bahwa PDI bisa menjadi metode alternatif yang menjanjikan dalam pengawetan makanan, khususnya untuk produk-produk segar yang rentan terkontaminasi patogen. Selain itu, penerapan teknologi ini juga sesuai dengan tren global menuju praktik produksi pangan yang lebih ramah lingkungan dan bebas bahan kimia sintetis.
Secara keseluruhan, Photodynamic Inactivation merupakan teknologi yang layak dipertimbangkan untuk meningkatkan keamanan pangan. Dengan terus meningkatnya penelitian di bidang ini, serta peningkatan pemahaman tentang mekanisme dan faktor yang memengaruhi efektivitas PDI, diharapkan teknologi ini akan menjadi bagian integral dari strategi pengendalian patogen dalam industri pangan di masa depan.