Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Biji kurma, sebagai produk sampingan dari tumbuhan, memiliki potensi besar untuk diolah menjadi bahan pangan bernilai tambah tinggi, seperti konsentrat protein. Dalam industri pangan, konsentrat protein dari biji kurma (Date Seed Protein Concentrate atau DSPC) dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi, pembentuk busa, hingga pengikat air dan minyak. Namun, untuk memaksimalkan potensinya, diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan sifat fungsionalnya, dan salah satu metode yang menjanjikan adalah perlakuan ultrasonik berintensitas tinggi (High-Intensity Ultrasound atau HIUS).
Dalam penelitian ini, penggunaan HIUS dengan frekuensi tetap 20 kHz terbukti efektif dalam meningkatkan kelarutan protein dari DSPC, yang merupakan kunci utama untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional lainnya, seperti aktivitas/stabilitas emulsi, pembentukan busa, dan kapasitas pengikatan minyak. Dengan memanfaatkan teknologi ini, peneliti dapat memodifikasi struktur fisikokimia dari konsentrat protein, sehingga menghasilkan protein yang lebih larut dan mudah diaplikasikan dalam berbagai formulasi pangan.
Metode homogenisasi ultrasonik yang diterapkan dalam penelitian ini bervariasi berdasarkan amplitudo (40%, 60%, dan 80%) dan durasi perlakuan (5, 10, dan 15 menit). Hasilnya, dengan menggunakan pendekatan Response Surface Methodology (RSM), ditemukan bahwa kondisi optimal untuk perlakuan ultrasonik adalah pada amplitudo 80% selama 15 menit. Pada kondisi ini, kelarutan protein dari DSPC mencapai tingkat yang signifikan, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan DSPC yang tidak diberi perlakuan HIUS. Peningkatan ini sangat penting karena kelarutan protein adalah faktor utama yang memengaruhi kinerja protein dalam aplikasi pangan.
Lebih lanjut, selain meningkatkan kelarutan, perlakuan HIUS juga berhasil memperbaiki beberapa sifat fungsional lainnya dari DSPC. Aktivitas dan stabilitas emulsi serta busa mengalami peningkatan yang signifikan, begitu juga dengan kapasitas pengikatan minyak. Sifat-sifat ini sangat penting dalam industri pangan, khususnya dalam produk-produk seperti saus, krim, dan minuman berbusa. Namun, menariknya, kapasitas pengikatan air dari DSPC justru menurun setelah perlakuan HIUS, menunjukkan bahwa modifikasi struktur protein tidak selalu berbanding lurus dengan semua sifat fungsionalnya.
Perubahan sifat fungsional ini dijelaskan melalui modifikasi struktur fisikokimia dari DSPC yang dianalisis melalui berbagai metode, seperti pengukuran ukuran partikel, zeta potential, SDS-PAGE, SEM, FTIR, DSC, kandungan SH bebas, hidrofobisitas permukaan, dan emisi intrinsik. Semua analisis ini menunjukkan bahwa HIUS mampu mengubah struktur molekul protein, yang kemudian berdampak pada peningkatan kinerja fungsionalnya. Misalnya, penurunan ukuran partikel dan perubahan struktur protein memungkinkan protein untuk lebih mudah terdispersi dalam larutan, sehingga meningkatkan kelarutannya.
Sebagai Dosen Teknologi Pangan, penelitian ini menunjukkan terobosan besar dalam pengembangan teknologi pemrosesan protein yang ramah lingkungan dan efisien. Penggunaan HIUS sebagai perlakuan fisik non-kimia membuka peluang besar untuk pengembangan bahan pangan yang lebih fungsional dan berkualitas tinggi. Teknologi ini dapat diintegrasikan ke dalam proses industri dengan biaya yang lebih rendah, sekaligus menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik. Dengan demikian, DSPC yang diproses menggunakan HIUS bisa menjadi bahan yang sangat berharga di masa depan untuk industri pangan fungsional dan suplemen protein.
Secara keseluruhan, penelitian ini membuktikan bahwa teknologi ultrasonik mampu meningkatkan kualitas dan nilai tambah dari bahan pangan yang sebelumnya dianggap produk sampingan. Biji kurma, yang selama ini kurang dimanfaatkan, kini memiliki potensi besar untuk menjadi bahan pangan fungsional yang unggul, membuka jalan bagi inovasi lebih lanjut dalam pengolahan protein tanaman di industri pangan global.