Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Konsumsi protein kedelai telah lama dikaitkan dengan penurunan kadar kolesterol dan LDL, yang berperan penting dalam mencegah penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Namun, profil protein kedelai dapat bervariasi berdasarkan jenis atau varietas kedelai, yang pada gilirannya memengaruhi sifat-sifat kesehatan dari protein tersebut. Dalam studi ini, komposisi dan pengaruh 19 varietas kedelai yang dicerna dalam kondisi simulasi gastrointestinal terhadap metabolisme kolesterol hati dan oksidasi LDL dievaluasi secara in vitro. Temuan ini memberikan pandangan baru tentang potensi penggunaan varietas kedelai tertentu untuk mempromosikan kesehatan jantung melalui pengelolaan kolesterol.
Penelitian menunjukkan bahwa protein dalam kedelai mengalami hidrolisis yang berbeda selama pencernaan gastrointestinal, dengan variasi komposisi antara rasio glycinin dan β-conglycinin. Hal ini penting karena varietas kedelai yang memiliki rasio glycinin:β-conglycinin yang rendah cenderung memberikan efek lebih baik dalam mengatur metabolisme kolesterol. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa kemampuan kedelai untuk menghambat enzim HMG-CoA reductase (HMGCR), yang bertanggung jawab dalam sintesis kolesterol, bervariasi secara signifikan antara varietas, dengan nilai IC50 antara 59 hingga 229 µg/mL protein.
Lima varietas kedelai terpilih menunjukkan profil peptida yang berbeda setelah dicerna, dan secara efektif menurunkan konsentrasi kolesterol sebesar 43–55% dengan cara menghambat aktivitas HMGCR dalam sel hepatoma HepG2 yang terstimulasi asam lemak. Selain itu, konsumsi kedelai yang dicerna ini menghambat esterifikasi kolesterol, produksi trigliserida, sekresi VLDL, dan daur ulang LDL, melalui pengurangan ekspresi ANGPTL3 dan PCSK9, serta peningkatan ekspresi reseptor LDL (LDLR).
Lebih lanjut, varietas kedelai yang dipilih juga menunjukkan kemampuan untuk menghambat oksidasi LDL, yang berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis. Oksidasi LDL ini dihambat melalui pengurangan formasi produk peroksidasi lipid awal seperti diene terkonjugasi, serta produk akhir seperti malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal (HNE). Korelasi signifikan ditemukan antara perubahan ekspresi HMGCR, esterifikasi kolesterol, akumulasi trigliserida, pelepasan ANGPTL3, dan pembentukan malondialdehida selama oksidasi LDL dengan rasio glycinin:β-conglycinin.
Penemuan yang menarik adalah bahwa varietas kedelai dengan rasio glycinin:β-conglycinin yang lebih rendah memiliki potensi lebih besar dalam mengatur homeostasis kolesterol dan LDL. Hal ini menegaskan bahwa produk makanan yang mengandung tepung kedelai dengan proporsi β-conglycinin yang lebih tinggi dapat menjadi bahan pangan fungsional yang efektif dalam menjaga keseimbangan kolesterol hati dan fungsi kardiovaskular.
Sebagai Dosen Teknologi Pangan, penelitian ini memberikan implikasi luas terhadap pengembangan pangan fungsional yang berbasis protein kedelai. Mengingat semakin tingginya permintaan konsumen terhadap produk makanan yang dapat mendukung kesehatan jantung, penelitian ini dapat menjadi landasan bagi inovasi baru dalam industri pangan. Dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan varietas kedelai dengan rasio glycinin:β-conglycinin yang optimal, produsen dapat mengembangkan produk-produk yang tidak hanya lezat tetapi juga berpotensi meningkatkan kesehatan jantung dan metabolisme lipid konsumen.
Penelitian ini juga mendorong pemahaman lebih lanjut tentang pentingnya analisis komposisi protein kedelai untuk menentukan varietas terbaik yang dapat memberikan manfaat kesehatan optimal. Sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan kualitas pangan fungsional, penelitian semacam ini membuka peluang baru dalam menciptakan produk makanan yang dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan jantung masyarakat luas.