Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Penggunaan bahan samping dari industri makanan dan minuman sebagai bahan fungsional semakin menarik perhatian dalam dunia pangan, terutama dalam pengembangan produk yang lebih sehat dan ramah lingkungan. Penelitian ini memfokuskan pada dua produk samping kaya nutrisi, yaitu ampas anggur (grape pomace, GP) dan kulit pecan (pecan shell, PS), yang memiliki kandungan fenolik dan serat pangan yang tinggi. Keduanya dieksplorasi sebagai bahan utama dalam formulasi roti fungsional, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi sekaligus manfaat kesehatan dari produk roti.
Dalam penelitian ini, empat formulasi roti dengan rasio GP dan PS yang berbeda (F1, F2, F3, dan F4) diuji dan dibandingkan dengan roti kontrol (CB). Hasil menunjukkan bahwa formulasi dengan campuran GP dan PS memiliki kandungan mineral, protein, serat pangan (baik total, larut, maupun tidak larut), dan senyawa fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan roti kontrol. Hal ini menandakan bahwa produk samping seperti GP dan PS dapat secara signifikan meningkatkan kualitas gizi roti, menjadikannya sumber makanan yang lebih sehat dan fungsional.
Lebih lanjut, penelitian ini juga menganalisis struktur internal roti menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) dan menemukan bahwa senyawa fenolik dan polisakarida non-pati dalam GP dan PS mempengaruhi penyerapan gluten dan pati, serta distribusi pori dalam adonan roti. Perubahan ini dapat mempengaruhi tekstur dan kelembutan roti, yang menjadi aspek penting dalam penerimaan konsumen.
Selain itu, analisis FTIR (Fourier-transform infrared spectroscopy) terhadap getaran gugus fungsional menunjukkan adanya interaksi kimia baru antara komponen GP, PS, gluten, dan pati, yang berkontribusi pada perubahan struktur dan sifat fungsional roti. Ini menunjukkan bahwa penambahan GP dan PS bukan hanya meningkatkan kandungan gizi, tetapi juga memodifikasi sifat fisikokimia roti, memberikan pengalaman yang unik dalam tekstur dan rasa.
Hasil dari model pencernaan in vitro juga menunjukkan bahwa semua formulasi roti yang menggunakan GP dan PS memiliki indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan dengan roti kontrol. Ini sangat penting mengingat indeks glikemik rendah berhubungan dengan pengendalian kadar gula darah yang lebih baik, sehingga roti yang diformulasikan dengan GP dan PS bisa menjadi alternatif menarik bagi konsumen yang memperhatikan kesehatan, terutama mereka yang menderita diabetes atau ingin mencegah kenaikan berat badan.
Penggunaan GP dan PS sebagai bahan tambahan dalam pembuatan roti tidak hanya menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan kualitas gizi, tetapi juga mendukung konsep keberlanjutan dengan memanfaatkan produk samping yang biasanya dianggap limbah. Penelitian ini membuka peluang baru bagi industri pangan untuk mengembangkan produk roti fungsional yang tidak hanya lebih sehat, tetapi juga lebih ramah lingkungan.
Sebagai dosen di bidang teknologi pangan, saya melihat penelitian ini sebagai langkah maju dalam menciptakan produk roti yang lebih inovatif dan bernilai tambah. Integrasi bahan-bahan fungsional dari produk samping seperti GP dan PS tidak hanya memberikan manfaat kesehatan, tetapi juga mendukung pendekatan ekonomi sirkular dalam industri pangan. Inovasi semacam ini sangat potensial untuk terus dikembangkan di masa depan.