Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Penggunaan serangga sebagai sumber protein alternatif semakin berkembang dalam industri pangan, salah satunya adalah tepung jangkrik (cricket flour). Penelitian ini secara khusus mengevaluasi berbagai metode pra-perlakuan pada tepung jangkrik untuk menghasilkan konsentrat protein jangkrik (CPC) melalui proses ultrafiltrasi-diafiltrasi (UF-DF). Dua metode defatting, yaitu dengan pelarut (CFH) dan ekstraksi fluida superkritis (CFS), diuji untuk melihat dampaknya terhadap kinerja UF-DF, sifat fungsional, dan kecernaan protein.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi defatting mencapai 63% untuk metode pelarut dan 85% untuk fluida superkritis. Keunggulan metode fluida superkritis dalam efisiensi defatting ini menunjukkan potensi besar dalam menghasilkan produk dengan kandungan lemak yang lebih rendah. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu penurunan kelarutan protein dan kinerja UF, dengan retensi protein yang menurun hingga 33%. Meskipun demikian, konsentrat protein yang dihasilkan tetap memiliki kandungan protein terlarut lebih dari 90%, menunjukkan bahwa metode ini tetap dapat menghasilkan konsentrat protein berkualitas tinggi.
Dari segi sifat fungsional, konsentrat protein jangkrik yang dihasilkan menunjukkan kapasitas berbusa yang lebih baik pada pH 5.0 dan 7.0, yang sangat berguna dalam aplikasi pangan seperti produk bakery atau makanan berbusa. Namun, kapasitas menahan minyak (1,95–2,20 g/g) cenderung menurun pada konsentrat yang telah didefatted, meskipun nilainya masih lebih tinggi daripada kapasitas menahan air (0,30–0,60 g/g). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrat protein jangkrik memiliki potensi yang baik dalam aplikasi makanan yang memerlukan stabilisasi minyak, seperti emulsi.
Aktivitas emulsi dari konsentrat protein ini (45–50%) tidak terpengaruh secara signifikan oleh pra-perlakuan, dengan p > 0,05. Stabilitas emulsi yang tinggi ini menjadi indikator penting bahwa konsentrat protein jangkrik dapat digunakan dalam formulasi produk pangan berbasis emulsi, seperti saus, dressing, atau produk dairy analog. Sifat fungsional yang tetap stabil ini menambah nilai lebih dari produk jangkrik sebagai sumber protein alternatif.
Kecernaan protein dari konsentrat yang dihasilkan berkisar antara 71–75% (p < 0,05), yang menunjukkan bahwa protein jangkrik cukup mudah dicerna oleh tubuh manusia. Hal ini sangat penting mengingat salah satu tantangan dalam penggunaan protein non-konvensional adalah kecernaannya yang rendah. Dengan hasil ini, protein jangkrik memiliki peluang besar untuk diterima sebagai sumber protein alternatif yang dapat diolah menjadi berbagai produk pangan fungsional.
Penggunaan ekstraksi fluida superkritis dan proses ultrafiltrasi-diafiltrasi terbukti efektif untuk menghasilkan konsentrat protein jangkrik yang berkualitas. Meskipun terdapat beberapa tantangan dalam hal kelarutan protein, manfaat dari metode defatting ini jauh lebih besar, terutama dari segi efisiensi penghilangan lemak dan kualitas akhir konsentrat protein.
Sebagai dosen Teknologi Pangan, saya melihat penelitian ini memberikan terobosan penting dalam pengembangan sumber protein alternatif yang lebih berkelanjutan. Dengan meningkatnya kebutuhan protein global dan semakin terbatasnya sumber protein konvensional, protein jangkrik menawarkan solusi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memiliki potensi aplikasi yang luas dalam berbagai produk pangan. Penelitian ini juga membuka peluang untuk mengeksplorasi lebih lanjut metode optimasi defatting dan pemrosesan protein jangkrik untuk memenuhi permintaan industri pangan modern.