Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Penelitian ini menghadirkan wawasan penting tentang bagaimana perubahan struktur daging sapi precooked selama proses pembekuan, pencairan, dan pemanasan ulang mempengaruhi kehilangan kelembaban. Dalam industri makanan siap saji, pengendalian kualitas merupakan tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan menjaga tekstur dan kelembutan daging setelah melalui berbagai tahapan pemrosesan. Studi ini menjadi referensi berharga dalam memahami mekanisme kelembaban yang terperangkap dan dilepaskan oleh saluran-saluran mikro di dalam daging sapi, serta bagaimana perubahan mikrostruktur berpengaruh pada distribusi air dalam daging.
Hasil penelitian menggunakan berbagai teknik visualisasi, termasuk X-ray dan pencitraan resonansi magnetik (MRI), menunjukkan bahwa porositas total pada daging meningkat setelah proses pembekuan, pencairan, dan pemanasan ulang. Terdapat transformasi dari porositas tertutup menjadi porositas terbuka, yang memperjelas bagaimana air yang awalnya terperangkap dalam serat otot perlahan mengalir keluar selama proses pemanasan ulang. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan porositas total dan bagaimana distribusi kelembaban dalam daging berubah, khususnya saat melewati tahapan pembekuan-pencairan-pemanasan ulang.
Dalam hal kehilangan berat, sampel yang dibekukan dan dipanaskan ulang (FR) mengalami kehilangan sebesar 6,34%, sementara sampel yang dibekukan, dicairkan, dan kemudian dipanaskan ulang (FTR) mengalami kehilangan berat sebesar 7,69%. Meskipun proses pencairan tidak secara signifikan mempengaruhi kehilangan kelembaban, pencitraan resonansi magnetik (MRI) menunjukkan bahwa air bebas (free water) sementara tersimpan di antara serat otot setelah pencairan dan keluar saat proses pemanasan ulang. Fenomena ini menyoroti peran penting struktur otot dalam menjaga distribusi air selama proses tersebut.
Menariknya, penelitian ini menemukan bahwa proses pemanasan langsung, tanpa melalui tahap pencairan, mampu menghindari redistribusi air dalam serat otot. Ini menghasilkan penurunan kehilangan kelembaban yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang mengalami pembekuan-pencairan-pemanasan ulang. Hasil ini memberikan implikasi penting bagi pengembangan metode pemrosesan industri yang lebih efisien untuk mengurangi kehilangan air selama pemanasan ulang, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas produk daging siap saji.
Sebagai seorang dosen dalam bidang Teknologi Pangan, saya melihat penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman mekanisme perubahan struktur daging selama pemrosesan. Dalam industri makanan siap saji, kualitas produk sering kali menurun karena perubahan tekstur dan kelembaban setelah pemrosesan berulang, dan temuan ini memberikan solusi potensial untuk masalah tersebut. Proses pemanasan langsung tanpa pencairan bisa menjadi pendekatan yang lebih baik dalam menjaga kualitas daging selama rantai pasokan, terutama untuk produk yang memerlukan stabilitas kelembaban dan tekstur yang optimal.
Selain itu, penelitian ini juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi pencitraan canggih seperti MRI untuk mempelajari distribusi air dalam produk pangan. Dengan alat-alat ini, para peneliti dapat secara lebih akurat memahami bagaimana air bergerak dan terdistribusi di dalam jaringan daging selama pemrosesan. Ini menjadi langkah penting dalam pengembangan strategi pengendalian kualitas yang lebih efektif untuk industri makanan siap saji.
Kesimpulannya, hasil penelitian ini membuka jalan bagi peningkatan pengelolaan proses pengolahan daging precooked di industri makanan siap saji. Dengan memahami bagaimana perubahan struktur mikro daging memengaruhi kehilangan kelembaban dan kualitas keseluruhan, industri dapat mengembangkan teknik pemrosesan yang lebih efisien dan mempertahankan kualitas produk yang lebih baik sepanjang rantai pasokan.