Inovasi Molekul Peptida Penghambat Rekristalisasi Es: Peluang Baru dalam Teknologi Pangan dan Biomedis

Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)

Penelitian tentang pengembangan molekul yang mampu menghambat rekristalisasi es (IRI) menjadi fokus utama dalam upaya memperbaiki karakteristik siklus beku-cair pada makanan dan material biomedis. Salah satu inovasi yang tengah diteliti adalah penggunaan campuran peptida yang telah menunjukkan potensi dalam mencegah kerusakan akibat pembekuan. Namun, hingga kini, pemahaman tentang hubungan antara komposisi asam amino peptida dan aktivitas penghambatan rekristalisasi es (IRI) masih terbatas. Dalam studi ini, peneliti menggunakan teknik kromatografi afinitas logam terimmobilisasi (IMAC) berbasis ion Ni2+ untuk memfraksionasi hidrolisat protein nabati, yang dihasilkan dengan enzim Alcalase dan tripsin, menjadi campuran yang kaya dan miskin residu asam amino His dan Cys.

Penelitian ini bertujuan untuk memfraksionasi hidrolisat protein nabati berdasarkan komposisi asam amino mereka dan mengevaluasi karakteristik fisikokimia serta aktivitas penghambatan rekristalisasi es (IRI) yang dihasilkan. Hasil menunjukkan bahwa fraksionasi IMAC Ni2+ dapat menginduksi aktivitas IRI pada semua hidrolisat protein kedelai, kacang chickpea, dan kacang polong yang diuji, terlepas dari komposisi asam amino mereka. Ini adalah temuan yang sangat menarik karena sebelumnya dianggap bahwa komposisi asam amino memiliki peran signifikan dalam aktivitas IRI.

Fraksionasi IMAC Ni2+ menghasilkan fraksi peptida yang berbeda secara kimiawi, baik dari segi berat molekul, komposisi asam amino, maupun aktivitas IRI. Penemuan ini membuka wawasan baru dalam dunia teknologi pangan, terutama terkait dengan cara peptida dapat digunakan untuk mencegah kerusakan struktural akibat siklus pembekuan dan pencairan pada produk pangan. Kualitas makanan yang melewati siklus beku-cair sering kali menurun akibat pembentukan kristal es yang besar, dan molekul peptida yang dapat menghambat proses rekristalisasi es akan sangat bermanfaat dalam menjaga tekstur dan kualitas pangan yang dibekukan.

Selain manfaat di sektor pangan, penelitian ini juga memiliki potensi aplikasi di bidang biomedis. Molekul peptida yang dapat menghambat rekristalisasi es bisa digunakan untuk melindungi sel dan jaringan selama proses pembekuan yang diperlukan dalam kriopreservasi organ, sel, dan jaringan. Penemuan ini menunjukkan bahwa protein nabati seperti kedelai, chickpea, dan kacang polong bisa menjadi sumber potensial peptida yang memiliki aktivitas IRI yang kuat, sehingga menawarkan solusi ramah lingkungan dan dapat diperbarui untuk teknologi kriopreservasi dan penyimpanan pangan beku.

Salah satu temuan yang paling menarik dari penelitian ini adalah tidak adanya korelasi antara berat molekul, komposisi asam amino, struktur sekunder, dan kadar ion natrium dalam campuran peptida dengan aktivitas IRI. Ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang memengaruhi aktivitas penghambatan rekristalisasi es, yang hingga saat ini belum sepenuhnya dipahami. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi mekanisme di balik aktivitas IRI peptida ini.

Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang cara memanfaatkan hidrolisat protein nabati sebagai bahan penghambat rekristalisasi es yang efektif. Potensi aplikasinya sangat luas, mulai dari industri makanan beku hingga teknologi biomedis. Dari sudut pandang seorang dosen Teknologi Pangan, temuan ini dapat mendorong pengembangan lebih lanjut terhadap produk pangan inovatif yang dapat mempertahankan kualitasnya meskipun melalui proses pembekuan. Dengan adanya inovasi ini, kita dapat menciptakan produk yang lebih tahan lama dan berkualitas tinggi, serta mengurangi pemborosan pangan akibat degradasi selama penyimpanan beku.

Dalam konteks keberlanjutan, penggunaan protein nabati sebagai sumber peptida penghambat rekristalisasi es juga sangat penting. Ini memberikan solusi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia sintetis yang mungkin berbahaya. Oleh karena itu, pengembangan teknologi ini harus didukung dan diimplementasikan di berbagai industri untuk memastikan produk pangan yang lebih baik dan inovatif di masa depan.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *