Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam upaya untuk mengintegrasikan proporsi besar sumber energi terbarukan ke dalam jaringan listrik, kebutuhan akan teknologi penyimpanan energi yang efisien dan berkelanjutan semakin mendesak. Salah satu solusi yang menjanjikan adalah teknologi penyimpanan energi termal pompa berbasis siklus Brayton. Teknologi ini menawarkan kapasitas penyimpanan energi dalam jangka waktu yang lama, antara 4 hingga lebih dari 8 jam, yang sangat penting untuk menyeimbangkan fluktuasi pasokan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
Sebuah penelitian terbaru telah membandingkan dua konfigurasi alternatif dari teknologi penyimpanan energi termal pompa ini, yaitu sistem berbasis cairan dan sistem berbasis padatan. Dari sudut pandang teknis dan ekonomi, analisis ini memberikan wawasan yang mendalam tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem. Penelitian ini menyoroti bahwa pemilihan fluida operasional, seperti udara, nitrogen, dan argon, memiliki dampak signifikan terhadap biaya dan efisiensi sistem.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa udara merupakan fluida operasional yang paling cocok untuk kedua teknologi tersebut. Penggunaan udara tidak hanya menyederhanakan manajemen pabrik, tetapi juga menghasilkan penghematan biaya antara 1% hingga 7% dibandingkan dengan penggunaan argon. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan fluida yang tepat dapat berkontribusi pada efisiensi biaya secara keseluruhan dalam sistem penyimpanan energi.
Meskipun sistem berbasis cairan memiliki tata letak yang lebih kompleks dan memerlukan material penyimpanan termal yang lebih mahal, mereka terbukti menjadi pilihan yang lebih ekonomis, terutama untuk aplikasi berskala besar. Keuntungan ini terutama disebabkan oleh tekanan operasional yang lebih rendah, yang pada gilirannya mengurangi biaya turbomachines dan wadah untuk material penyimpanan energi termal. Dalam hal ini, sistem berbasis cairan mencapai biaya per kWh yang 50% hingga 75% lebih rendah dibandingkan dengan sistem berbasis padatan.
Namun, ketika mempertimbangkan biaya per kW, sistem berbasis padatan menunjukkan keunggulan hingga daya nominal 50 MW. Untuk daya yang lebih besar, perangkat konversi daya dari sistem berbasis cairan kembali menjadi lebih murah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh signifikan dari turbomachines terhadap total biaya. Dalam sistem berbasis padatan, turbomachines dapat menyumbang sekitar 70% dari total biaya, sedangkan untuk sistem berbasis cairan, kontribusinya hanya sekitar 31%. Ini menunjukkan bahwa skala ekonomi memainkan peran penting dalam menentukan kelayakan teknologi penyimpanan energi untuk aplikasi besar.
Dari perspektif teknik, temuan ini menekankan pentingnya desain sistem yang efisien dan pemilihan komponen yang tepat untuk mencapai kinerja optimal. Dengan memahami bagaimana biaya turbomachines berhubungan dengan ukuran dan konfigurasi sistem, kita dapat merancang solusi penyimpanan energi yang lebih baik dan lebih terjangkau. Ini sangat relevan dalam konteks transisi energi global yang sedang berlangsung, di mana efisiensi dan keberlanjutan menjadi prioritas utama.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan teknologi penyimpanan energi termal yang lebih efisien. Dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing sistem, kita dapat menciptakan solusi yang lebih baik untuk tantangan penyimpanan energi yang dihadapi oleh sektor energi terbarukan. Inovasi dalam teknologi penyimpanan energi akan menjadi kunci untuk mencapai tujuan keberlanjutan dan memastikan pasokan energi yang stabil di masa depan.