Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam era pertanian modern, produksi hewan yang terus meningkat menghasilkan limbah dalam jumlah besar, termasuk kotoran, serbuk gergaji, pakan, dan bulu. Pengelolaan limbah ini menjadi tantangan yang signifikan, baik dari segi keamanan maupun biaya. Namun, kajian literatur menunjukkan bahwa nilai kalor tinggi (HHV) dari limbah asal hewan dapat mencapai 19 MJ/kg (basis kering), menjadikannya sebagai sumber energi terbarukan yang menjanjikan. Dengan memanfaatkan limbah ini, kita tidak hanya dapat mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menciptakan sumber energi alternatif yang berkelanjutan.
Berbagai metode pemulihan energi telah diteliti, namun proses termal, khususnya pembakaran dan co-combustion, dianggap sebagai yang paling efektif dari sudut pandang teknis dan lingkungan. Pembakaran limbah hewan dapat menghasilkan energi yang cukup besar, tetapi juga menimbulkan tantangan terkait emisi dan pengelolaan residu. Oleh karena itu, penting untuk memahami karakteristik bahan bakar, tantangan yang mungkin muncul selama proses pembakaran, serta rute pembuangan abu yang dihasilkan.
Dalam kajian ini, fokus utama adalah pada limbah asal hewan yang paling umum, yaitu litter unggas dan kotoran sapi, dengan sedikit perhatian pada kotoran babi. Ketika mempertimbangkan limbah asal hewan sebagai bahan bakar, biasanya hanya spesies hewan yang disebutkan, seperti unggas atau sapi. Namun, data literatur yang dianalisis menunjukkan bahwa informasi ini tidaklah cukup. Beberapa faktor lain yang sangat mempengaruhi sifat bahan bakar dan abu dari limbah hewan adalah sistem perumahan, jenis alas, dan gaya pertanian.
Litter hewan sering dianggap sebagai bahan bakar yang “sulit”, tetapi tidak selalu menyebabkan masalah terkait pembakaran. Beberapa jenis bahan bakar yang dianalisis menunjukkan konsentrasi klorin yang rendah dan suhu lebur abu yang tinggi, yang membuatnya lebih ramah untuk proses pembakaran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemilihan dan pengelolaan yang tepat, limbah hewan dapat dimanfaatkan secara efektif sebagai sumber energi.
Penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik fisik dan kimia dari limbah hewan, serta bagaimana faktor-faktor seperti sistem perumahan dan jenis alas dapat mempengaruhi performa pembakaran. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang sifat-sifat ini, kita dapat mengembangkan teknologi pembakaran yang lebih efisien dan ramah lingkungan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan keberlanjutan sektor peternakan.
Selain itu, pengelolaan limbah hewan yang efektif juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi peternak. Dengan mengubah limbah menjadi energi, peternak tidak hanya dapat mengurangi biaya pengelolaan limbah, tetapi juga dapat menghasilkan pendapatan tambahan dari penjualan energi yang dihasilkan. Ini adalah langkah penting menuju pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Secara keseluruhan, pemanfaatan limbah asal hewan sebagai sumber energi terbarukan menawarkan peluang yang signifikan untuk mengatasi tantangan pengelolaan limbah dan memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat mengubah limbah yang terabaikan menjadi sumber daya yang berharga, mendukung transisi menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.