Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Buah buritirana, yang termasuk dalam keluarga Arecaceae, adalah spesies yang masih jarang dieksplorasi dan diteliti. Penelitian ini adalah yang pertama kali mengevaluasi karakteristik biometrik, fisikokimia, komposisi nutrisi dan kimia, serta potensi antioksidan dan antibakteri dari berbagai fraksi buah buritirana. Hasilnya mengungkapkan bahwa buah ini memiliki bentuk lonjong dan menawarkan sejumlah potensi yang menjanjikan untuk dikembangkan sebagai bahan baku produk pangan. Di tengah persaingan untuk menemukan sumber pangan baru yang fungsional dan bernilai nutrisi tinggi, buah buritirana muncul sebagai kandidat yang menarik dengan beragam keunggulan yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam ulasan ini.
Dalam hal kandungan fraksional, penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi pulpa dari buah buritirana hanya mewakili sekitar 16,58% dari total berat buah (10,07 gram). Namun, kandungan kelembaban, abu, dan serat larut pada fraksi tanpa biji (WS) dan pulpa cukup serupa, yang mengindikasikan bahwa kedua fraksi ini memiliki potensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut dalam formulasi produk pangan. Menariknya, meskipun kandungan karbohidrat total sama untuk biji dan kulit (23,24 g/100 g), biji buritirana ternyata memiliki kandungan protein dan serat tidak larut yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa biji dapat menjadi sumber serat tidak larut yang baik, yang berpotensi bermanfaat bagi kesehatan pencernaan.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa meskipun biji buritirana memiliki konsentrasi tertinggi untuk sebagian besar mono-, di-, dan oligosakarida (kecuali glukosa, yang mencapai 1256,63 mg/100 g), kandungan mineral di semua fraksi berkisar antara 0,43 hingga 800 mg/100 g. Kulit buah menonjol dengan kandungan vitamin C yang paling tinggi, yang berarti kulit buritirana mungkin berpotensi menjadi bahan yang kaya akan antioksidan untuk produk pangan. Vitamin C yang tinggi dalam kulit ini menjadi nilai tambah mengingat pentingnya vitamin tersebut dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai agen antioksidan.
Dari hasil analisis kimia lebih lanjut, fraksi pulpa dan WS dari buah buritirana memiliki potensi besar untuk pengembangan produk pangan berbasis buah karena kandungan fenolik dan flavonoid totalnya yang tinggi, yang berkontribusi pada kapasitas antioksidan yang tinggi pula. Asam protokatekuat, asam kinat, serta epikatekin/katekin yang ditemukan di semua fraksi buah ini juga menunjukkan potensi manfaat kesehatan yang tinggi, mengingat senyawa-senyawa tersebut diketahui berperan dalam mengurangi risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker.
Namun demikian, penelitian ini juga menemukan bahwa kapasitas antioksidan yang diukur dengan metode DPPH, serta kandungan fenolik dan flavonoid total, paling tinggi terdapat pada fraksi pulpa, sementara nilai TEAC dan ORACHF lebih rendah pada biji. Hal ini mengindikasikan bahwa, meskipun biji memiliki komponen nutrisi tertentu yang menonjol, fraksi pulpa mungkin lebih cocok untuk pengembangan produk pangan yang berfokus pada manfaat antioksidan.
Menariknya, meskipun ditemukan berbagai komponen kimia dan nutrisi yang potensial, penelitian ini tidak mengidentifikasi senyawa organik volatil dan tidak menemukan aktivitas antibakteri pada semua fraksi buah. Ini menunjukkan bahwa, walaupun buah buritirana memiliki potensi antioksidan yang baik, penggunaannya mungkin lebih tepat difokuskan pada pengembangan produk yang memanfaatkan antioksidan alami daripada sebagai agen antibakteri.
Secara keseluruhan, penelitian ini membuka peluang baru dalam pemanfaatan buah buritirana sebagai sumber pangan potensial yang kaya nutrisi dan antioksidan. Untuk langkah selanjutnya, penelitian lebih mendalam diperlukan guna mengeksplorasi potensi komersial dan aplikatif dari buah ini dalam berbagai formulasi produk pangan yang inovatif, serta untuk memahami lebih jauh manfaat kesehatannya secara holistik.