Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Teknologi pencetakan tiga dimensi (3D printing) telah membawa revolusi besar dalam dunia pangan, khususnya dalam menciptakan produk makanan yang dipersonalisasi dan diproduksi sesuai kebutuhan individual. Namun, kehadiran teknologi pencetakan empat dimensi (4D printing) membuka cakrawala baru dengan kemampuan untuk mengubah sifat produk pangan cetak 3D secara terkendali seiring waktu. Perkembangan terbaru dalam konsep pencetakan 5D dan 6D semakin menambah potensi dalam industri makanan, meskipun penerapannya secara komersial masih terkendala oleh keterbatasan dalam aspek printability dan efisiensi pencetakan.
Salah satu keuntungan utama dari teknologi pencetakan makanan adalah kemampuannya untuk membuat produk pangan yang dipersonalisasi, seperti makanan yang mudah ditelan untuk pasien dengan disabilitas menelan atau makanan dengan bentuk yang unik. Bahkan, lebih jauh lagi, teknologi ini mampu menciptakan makanan yang mengandung bahan aktif yang dilepaskan secara terkontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Namun, tantangan teknis dalam mencetak makanan yang akurat dan dapat diterapkan pada skala besar masih menjadi hambatan yang signifikan. Dalam review ini, kita melihat berbagai inovasi yang diusulkan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Faktor penting dalam suksesnya pencetakan makanan adalah sifat dari bahan cetak, atau yang biasa disebut dengan ink dalam dunia pencetakan makanan. Sifat bahan ini harus memungkinkan untuk diciptakan dalam bentuk tertentu tanpa kehilangan struktur atau tekstur makanan yang diinginkan. Oleh karena itu, pengembangan formula ink yang lebih baik menjadi fokus utama. Inovasi dalam formulasi ink dapat berupa penambahan bahan stabilizer, emulsifier, atau modifikasi protein untuk meningkatkan stabilitas selama proses pencetakan.
Selain itu, desain printer juga memegang peranan penting dalam meningkatkan efisiensi pencetakan. Printer yang digunakan dalam industri makanan memerlukan presisi yang tinggi serta kemampuan untuk mencetak dalam berbagai bentuk dan tekstur. Beberapa perbaikan dalam hal ini termasuk penambahan lebih banyak nozzle, sehingga printer dapat bekerja lebih cepat tanpa mengorbankan akurasi. Dengan demikian, desain printer yang lebih baik dapat meningkatkan efisiensi produksi sekaligus menurunkan biaya.
Dalam ranah 4D printing, teknologi ini menawarkan kontrol tambahan atas produk cetak 3D, memungkinkan perubahan kualitas makanan seiring waktu. Misalnya, makanan yang dicetak dapat berubah tekstur, rasa, atau warna dalam kondisi tertentu, seperti setelah dipanaskan atau saat dikonsumsi. Hal ini membuka peluang untuk menciptakan pengalaman kuliner yang unik, di mana konsumen tidak hanya mengonsumsi makanan, tetapi juga menikmati perubahan sensorial yang terjadi selama proses konsumsi.
Teknologi 5D dan 6D dalam industri pangan juga sedang berkembang, meskipun masih dalam tahap awal. Konsep ini berpotensi menghadirkan makanan yang tidak hanya berubah secara fisik, tetapi juga melibatkan interaksi dengan lingkungan atau bahkan menanggapi kondisi tubuh manusia secara langsung. Meskipun masih terdengar futuristik, riset terus dilakukan untuk merealisasikan potensi ini di masa depan.
Namun, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi teknologi ini adalah menurunkan biaya produksi dan membuatnya layak secara komersial. Saat ini, biaya peralatan dan bahan cetak masih relatif tinggi, sehingga membatasi penggunaan teknologi ini pada skala besar. Namun, dengan inovasi lebih lanjut dalam desain printer, formulasi bahan cetak yang lebih murah, dan peningkatan efisiensi pencetakan, teknologi ini diharapkan dapat diakses lebih luas di pasar.
Secara keseluruhan, meskipun teknologi pencetakan makanan menghadapi beberapa tantangan, potensi inovasinya sangat besar. Dengan terus berkembangnya riset di bidang ini, masa depan pencetakan makanan bukan hanya sekedar impian, tetapi akan menjadi kenyataan yang memungkinkan produksi pangan lebih fleksibel, terjangkau, dan dipersonalisasi sesuai kebutuhan konsumen.