Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Susu dikenal sebagai makanan yang lengkap dan kaya akan nutrisi, dengan kandungan protein, lemak, vitamin, mineral, serta gula alami berupa laktosa. Laktosa merupakan komponen utama yang berkontribusi dalam menyediakan energi bagi tubuh. Konsumsi susu secara teratur sangat penting untuk mendukung kesehatan, terutama dalam mencegah masalah defisiensi nutrisi. Namun, tidak semua individu dapat mencerna laktosa dengan baik akibat kekurangan enzim β-galaktosidase, atau yang dikenal dengan istilah laktase. Kondisi ini dikenal sebagai intoleransi laktosa, yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan serius bagi mereka yang mengalaminya.
Intoleransi laktosa terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup enzim laktase, yang berfungsi untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diserap oleh tubuh. Ketika laktosa tidak dicerna, bakteri dalam usus akan memfermentasinya menjadi asam dan gas, yang kemudian menyebabkan gejala seperti perut kembung, diare, mual, hingga kram perut. Penting untuk diketahui bahwa intoleransi laktosa tidak sama dengan alergi susu, di mana alergi melibatkan sistem kekebalan tubuh dan dapat menimbulkan reaksi yang lebih berbahaya.
Ada tiga jenis utama intoleransi laktosa yang umum terjadi. Pertama, intoleransi laktosa primer, yang paling umum terjadi, dan biasanya berkembang seiring bertambahnya usia. Pada tipe ini, produksi enzim laktase menurun secara alami setelah masa bayi, mengakibatkan kesulitan dalam mencerna laktosa di masa dewasa. Kedua, intoleransi laktosa sekunder, yang disebabkan oleh kerusakan pada usus kecil akibat penyakit atau infeksi, seperti penyakit celiac atau gastroenteritis. Produksi laktase dapat kembali normal setelah masalah usus tersebut diobati. Ketiga, intoleransi laktosa kongenital, kondisi langka yang disebabkan oleh kelainan genetik di mana bayi sudah tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi laktase sejak lahir.
Untuk menghadapi intoleransi laktosa, ada beberapa solusi yang dapat diambil. Pertama, mengurangi atau menghindari konsumsi produk susu yang mengandung laktosa tinggi, seperti susu segar, yogurt, atau es krim. Sebagai alternatif, tersedia susu rendah laktosa atau produk susu yang telah diproses dengan enzim laktase untuk membantu mencerna laktosa. Kedua, konsumsi suplemen laktase juga dapat membantu individu untuk tetap menikmati produk susu tanpa mengalami gangguan pencernaan. Suplemen ini bekerja dengan menambahkan enzim laktase ke dalam sistem pencernaan, yang membantu mencerna laktosa dengan lebih efektif.
Di samping itu, beberapa orang yang mengalami intoleransi laktosa masih dapat mentoleransi produk susu dalam jumlah kecil, terutama yang mengandung laktosa rendah seperti keju keras atau susu fermentasi. Hal ini disebabkan oleh adanya proses fermentasi yang telah mengurangi kadar laktosa dalam produk tersebut. Juga, mengonsumsi makanan kaya probiotik seperti kefir dan yogurt dapat membantu memperbaiki kesehatan usus, yang pada beberapa kasus dapat meningkatkan toleransi terhadap laktosa.
Penelitian dan pengembangan dalam industri pangan juga semakin berfokus pada inovasi produk yang ramah bagi individu yang intoleran terhadap laktosa. Teknologi terbaru memungkinkan pembuatan produk susu bebas laktosa dengan tetap menjaga kandungan gizi serta rasa yang hampir sama dengan produk susu biasa. Dengan ini, konsumen yang intoleran laktosa masih bisa menikmati manfaat susu tanpa harus khawatir akan masalah pencernaan.
Secara keseluruhan, intoleransi laktosa adalah kondisi umum yang dapat diatasi dengan pendekatan yang tepat. Melalui pemahaman yang baik tentang jenis intoleransi, solusi diet, serta inovasi teknologi pangan, individu yang mengalami intoleransi laktosa tetap dapat menjaga asupan gizi dan menikmati produk susu. Dukungan dari industri makanan, termasuk produk susu bebas laktosa dan suplemen laktase, memberikan lebih banyak pilihan bagi mereka yang ingin tetap menikmati susu dan produk olahannya tanpa gangguan kesehatan.