Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Plasma dingin telah menjadi salah satu teknologi non-termal yang sangat menjanjikan dalam industri pangan, terutama dalam mempertahankan kualitas produk dan memperpanjang umur simpan tanpa merusak nutrisi dan cita rasa. Teknologi ini berbeda dengan pemrosesan termal tradisional yang sering kali menyebabkan masalah seperti pencoklatan non-enzimatik, denaturasi protein, perubahan rasa, dan hilangnya vitamin dalam makanan. Pengolahan dengan plasma dingin dilakukan dalam durasi singkat pada suhu yang relatif rendah, menjadikannya pilihan unggul dalam menjaga kandungan bioaktif serta kualitas produk pangan.
Proses plasma dingin bekerja dengan menggunakan gas yang terionisasi sebagian melalui medan listrik untuk menghasilkan campuran partikel reaktif yang dapat menonaktifkan mikroorganisme dan enzim tanpa membutuhkan panas yang berlebihan. Dalam industri pangan, ini memberikan keuntungan besar karena mencegah efek negatif dari pemanasan berlebih, yang sering kali mempengaruhi nilai gizi dan sensori dari makanan. Plasma dingin mampu mengeliminasi mikroorganisme penyebab kerusakan, seperti bakteri, jamur, dan virus, yang berkontribusi pada pembusukan produk. Proses ini dilakukan tanpa menyebabkan kerusakan struktural pada bahan pangan, sehingga kualitas produk tetap terjaga.
Penggunaan plasma dingin dalam industri susu telah menunjukkan hasil yang luar biasa. Plasma dingin mampu menurunkan tingkat mikroba pembusuk dalam produk susu tanpa mempengaruhi komponen penting seperti protein, lemak, dan vitamin yang sangat sensitif terhadap suhu. Selain itu, teknologi ini juga dapat mempertahankan integritas rasa dan tekstur, sesuatu yang sering kali sulit dicapai dengan metode termal konvensional. Misalnya, susu pasteurisasi dengan plasma dingin cenderung memiliki kualitas yang lebih mendekati susu segar dibandingkan dengan susu yang dipasteurisasi secara termal.
Dari segi parameter operasional, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penerapan plasma dingin, termasuk jenis gas yang digunakan (biasanya udara, oksigen, nitrogen, atau campuran gas), tekanan, serta waktu dan intensitas perlakuan. Semua parameter ini dapat disesuaikan untuk memaksimalkan efektivitas dalam menonaktifkan mikroorganisme atau enzim tertentu, tanpa merusak komponen sensitif pada bahan pangan. Oleh karena itu, optimalisasi kondisi operasi plasma dingin menjadi aspek penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pengawetan produk pangan.
Selain mengeliminasi mikroorganisme, plasma dingin juga menunjukkan potensi besar dalam menonaktifkan enzim yang dapat mempengaruhi kualitas pangan selama penyimpanan. Misalnya, enzim seperti lipase dan protease yang berperan dalam degradasi lemak dan protein dapat dinonaktifkan dengan efektif, sehingga memperpanjang masa simpan produk susu tanpa mempengaruhi kualitas nutrisi dan organoleptiknya. Hal ini sangat penting dalam menjaga produk tetap segar dalam jangka waktu yang lebih lama, terutama di pasar yang menuntut umur simpan lebih panjang tanpa menggunakan bahan pengawet kimia.
Teknologi plasma dingin juga berpotensi besar untuk diterapkan secara lebih luas dalam berbagai jenis industri pangan, seperti pengolahan daging, buah-buahan, sayuran, serta minuman. Dalam setiap aplikasi ini, kemampuan plasma dingin untuk menonaktifkan mikroba pembusuk dan patogen, sembari mempertahankan kualitas fisik dan nutrisi produk, membuatnya menjadi solusi inovatif untuk kebutuhan pengolahan pangan di masa depan.
Kesimpulannya, plasma dingin memberikan pendekatan baru yang efisien, aman, dan ramah lingkungan dalam pengolahan pangan. Teknologi ini tidak hanya menawarkan solusi untuk masalah mikroba dan enzim yang mempengaruhi masa simpan, tetapi juga membantu menjaga kualitas nutrisi dan sensori yang menjadi nilai jual utama produk pangan. Dengan penerapan yang terus berkembang, plasma dingin berpotensi menjadi teknologi utama dalam industri pangan modern untuk menghadapi tantangan dalam menjaga keamanan, kualitas, dan keberlanjutan produk pangan.