Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Gula langka, seperti L-ribose dan D-tagatose, memiliki nilai tambah tinggi dan kegunaan yang luas, baik sebagai bahan farmasi untuk obat anti-HBV maupun sebagai pemanis rendah kalori di industri pangan. Namun, terbatasnya ketersediaan biokatalis yang tepat telah menjadi kendala utama dalam pengembangan produksi bio-gula ini dari limbah biomassa. Narasi di atas menguraikan sebuah terobosan dalam teknologi produksi gula langka melalui sistem enzim ganda yang dapat menjadi solusi masa depan. Sebagai dosen di bidang Teknologi Pangan, saya melihat inovasi ini sebagai langkah besar dalam pengembangan pangan berbasis bioteknologi dan potensi aplikasinya sangat menjanjikan.
Pertama, penting untuk memahami bahwa bio-produksi gula langka, terutama dari limbah biomassa seperti tongkol jagung yang dihidrolisis, merupakan solusi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Teknologi ini tidak hanya menawarkan alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku gula konvensional, tetapi juga memungkinkan pemanfaatan limbah industri pertanian yang sebelumnya kurang dimanfaatkan. Dalam konteks ini, pengembangan metode ko-produksi L-ribose dan D-tagatose dari limbah biomassa adalah inovasi yang layak diapresiasi karena sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular.
Kedua, pemilihan heliks α-terminal dari keluarga L-arabinose isomerase (L-AI) sebagai alat untuk rekayasa protein menunjukkan pendekatan yang cerdas dalam mengatasi masalah stabilitas dan efisiensi enzim. Dengan memodifikasi enzim Lactobacillus fermentum L-AI (LFAI) melalui penggabungan heliks ini, stabilitas termal dan kekuatan katalitik enzim untuk mengonversi L-arabinose dan galaktosa meningkat secara signifikan. Ini adalah langkah kunci dalam memungkinkan biokatalis bekerja dengan lebih optimal dalam kondisi industri yang umumnya memerlukan suhu tinggi dan lingkungan yang lebih keras.
Ketiga, pengembangan enzim mutan LFAI-C4 yang diimobilisasi dengan alginat dan peptida antimikroba poli-L-lisin merupakan inovasi penting dalam bioteknologi enzim. Imobilisasi ini memungkinkan enzim digunakan berulang kali tanpa kehilangan aktivitas signifikan, sehingga meningkatkan efisiensi proses secara keseluruhan. Penggunaan sistem enzim yang diimobilisasi ini juga memperpanjang umur enzim selama proses produksi, yang merupakan faktor penting untuk memastikan kelayakan komersial.
Keempat, sistem dual enzim yang dikembangkan dalam penelitian ini, yakni LFAI-C4 dan BsMPI-2 dari Bacillus subtilis, menunjukkan potensi besar dalam mengoptimalkan produksi gula langka. Dengan ko-produksi L-ribose dan D-tagatose, teknologi ini menghasilkan konsentrasi produk yang mengesankan (191,9 g/L L-ribose dan 80,1 g/L D-tagatose), yang merupakan rekor tertinggi yang pernah dilaporkan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi ini tidak hanya efisien tetapi juga mampu memenuhi permintaan industri yang tinggi akan gula langka berkualitas.
Kelima, penting untuk dicatat bahwa keberhasilan sistem enzim ganda ini juga didukung oleh stabilitas operasional yang luar biasa, dengan 82% aktivitas enzim yang terjaga setelah 40 batch reaksi. Ini adalah pencapaian yang signifikan, mengingat banyaknya proses industri yang sering kali mengalami penurunan efisiensi setelah beberapa siklus produksi. Stabilitas ini meningkatkan daya tarik teknologi ini bagi industri, karena dapat menekan biaya operasional dan meningkatkan profitabilitas jangka panjang.
Keenam, potensi aplikasi industri dari teknologi ini sangat luas, terutama dalam bidang farmasi dan pangan. Sebagai bahan baku untuk obat anti-HBV, L-ribose memiliki nilai strategis dalam dunia medis, sementara D-tagatose sebagai pemanis rendah kalori menawarkan solusi yang dibutuhkan di industri makanan dan minuman yang sedang beralih ke produk yang lebih sehat. Pengembangan teknologi produksi gula langka ini juga sejalan dengan tren global menuju bahan pangan fungsional yang lebih bernutrisi.
Terakhir, dari sudut pandang Teknologi Pangan, studi ini merupakan bukti nyata bahwa inovasi bioteknologi dapat menjawab tantangan dalam menghasilkan bahan pangan yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan. Produksi gula langka dari limbah biomassa yang sebelumnya tidak dimanfaatkan membuka peluang baru dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada. Dengan demikian, teknologi dual enzim ini bukan hanya menawarkan solusi teknis, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan industri pangan di masa depan.