Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam upaya untuk mengurangi dampak lingkungan dari bahan bangunan, penggunaan hemp sebagai bahan insulasi telah menarik perhatian banyak peneliti. Namun, penggunaan kapur sebagai pengikat dalam campuran hemp-lime memiliki beberapa kelemahan, termasuk waktu pengeringan yang lebih lama dan ketergantungan pada sumber daya mineral yang tidak terbarukan. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi potensi penggunaan pengikat non-mineral alternatif untuk menciptakan insulasi hemp-shive yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa konduktivitas termal insulasi hemp-shive tidak menunjukkan variasi signifikan antara kadar kelembapan seimbang (EMC) pada 0% dan 50% kelembapan relatif (RH). Namun, ketika material mencapai EMC pada 98% RH, terjadi peningkatan konduktivitas termal yang substansial. Hal ini menunjukkan bahwa insulasi hemp-shive dapat mempertahankan kinerjanya dalam kondisi kelembapan yang lebih rendah, menjadikannya pilihan yang menarik untuk aplikasi bangunan yang beragam.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan kelembapan insulasi hemp-shive pada 98% RH adalah 4 hingga 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insulasi hemp-lime. Ini menunjukkan bahwa hemp-shive memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola kelembapan, yang sangat penting untuk menjaga kenyamanan interior dan mencegah masalah seperti jamur. Selain itu, faktor resistensi difusi uap (µ value) dari insulasi hemp-shive adalah sekitar dua kali lipat dari nilai µ insulasi hemp-lime, yang menunjukkan bahwa hemp-shive lebih efektif dalam menghalangi perpindahan uap air.
Dari segi performa hygrothermal, insulasi hemp-shive menunjukkan ketahanan terhadap penyerapan air yang 4 hingga 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan hemp-lime. Hal ini sangat penting dalam konteks bangunan yang terpapar kelembapan tinggi, di mana insulasi yang mampu menahan air dapat mencegah kerusakan struktural dan meningkatkan umur bangunan. Nilai porositas yang ditentukan secara numerik juga menunjukkan kesesuaian dengan bahan insulasi berbasis kayu dengan densitas serupa, menambah kredibilitas hemp-shive sebagai alternatif yang layak.
Simulasi hygrothermal dinamis yang dilakukan dengan menggunakan data eksperimen menunjukkan bahwa insulasi hemp-shive memiliki performa yang sebanding dengan hemp-lime dalam hal permintaan energi pemanasan dan pendinginan. Namun, yang menarik adalah bahwa hemp-shive memerlukan 45% lebih sedikit energi untuk humidifikasi. Ini menunjukkan bahwa hemp-shive tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga lebih efisien dalam penggunaan energi, yang merupakan faktor penting dalam desain bangunan berkelanjutan.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa kelembapan relatif di dalam dinding hemp-shive tetap lebih tinggi dari 70%, yang dapat berpotensi menyebabkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan strategi desain yang dapat mengelola kelembapan dengan lebih baik, seperti ventilasi yang tepat atau penggunaan bahan tambahan yang dapat mengurangi kelembapan.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan yang berharga tentang potensi insulasi hemp-shive sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan hemp-lime. Dengan kemampuan manajemen kelembapan yang lebih baik dan efisiensi energi yang lebih tinggi, hemp-shive dapat menjadi solusi inovatif dalam upaya menciptakan bangunan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan di masa depan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi tantangan kelembapan dan mengoptimalkan performa insulasi ini dalam aplikasi nyata.