Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Perubahan iklim global, terutama peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer, telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk produktivitas tanaman. Kondisi ini berpotensi mengancam ketahanan pangan global, terutama ketika dipadukan dengan stres lingkungan lainnya, seperti ketersediaan nutrisi yang rendah. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana peningkatan CO2, jika digabungkan dengan rendahnya pasokan nutrisi, mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas gizi Lemna minor, atau yang lebih dikenal sebagai duckweed.
Duckweed dikenal sebagai tanaman yang memiliki kemampuan fotosintesis cepat dan kaya nutrisi, sehingga menjadikannya penting dalam konteks pangan manusia maupun hewan. Dalam penelitian ini, L. minor ditumbuhkan di bawah kondisi terkontrol, baik dengan atau tanpa inokulasi mikroorganisme yang berasal dari ekosistem alami di kolam lokal yang mendukung pertumbuhan duckweed. Kondisi nutrisi rendah dan peningkatan CO2 memberikan dampak negatif terhadap laju ekspansi area tanaman, yang mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan tanaman. Namun, hasil yang menarik adalah peningkatan akumulasi biomassa, meskipun terjadi penurunan kualitas gizi, terutama dalam hal kandungan protein.
Salah satu hasil penting dari penelitian ini adalah bahwa interaksi antara tanaman dan mikroba memainkan peran krusial dalam memitigasi dampak buruk lingkungan. Dalam kondisi CO2 tinggi dan nutrisi rendah, tanaman yang diinokulasi dengan mikroorganisme menunjukkan pemulihan laju ekspansi area daun, dan bahkan terjadi peningkatan akumulasi biomassa yang lebih signifikan. Selain itu, mikroorganisme tersebut juga membantu menjaga rasio protein terhadap biomassa yang tinggi, sehingga kualitas gizi tanaman tetap optimal.
Temuan ini sangat relevan dalam konteks pangan, baik untuk manusia maupun hewan. Di tengah perubahan iklim yang terus berlangsung, di mana kadar CO2 diperkirakan akan semakin meningkat, kemampuan tanaman seperti duckweed untuk beradaptasi melalui hubungan simbiosis dengan mikroorganisme lokal menjadi solusi potensial dalam menjaga ketersediaan pangan berkualitas tinggi. Duckweed yang diinokulasi dengan mikroorganisme mampu memproduksi lebih banyak biomassa yang kaya protein, meskipun di bawah tekanan lingkungan yang berat. Ini tentu sangat bermanfaat, mengingat protein adalah komponen penting dalam nutrisi manusia dan hewan.
Dari perspektif Teknologi Pangan, temuan ini juga membuka peluang bagi pengembangan teknologi pangan berkelanjutan yang dapat memanfaatkan interaksi tanaman dan mikroba. Produksi tanaman dalam kondisi CO2 tinggi, terutama tanaman yang cepat tumbuh dan bernutrisi seperti duckweed, dapat menjadi solusi bagi ketahanan pangan masa depan. Dalam konteks produksi industri, duckweed yang diperkaya mikroba juga bisa dipertimbangkan sebagai sumber protein alternatif, terutama dalam menghadapi tantangan lahan pertanian yang terbatas dan degradasi tanah akibat perubahan iklim.
Mikroorganisme yang mendukung pertumbuhan duckweed dalam studi ini berasal dari ekosistem alami, menunjukkan bahwa solusi berkelanjutan bisa berasal dari lingkungan itu sendiri. Konsep ini sejalan dengan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan dan ekologi, di mana sinergi antara tanaman dan mikroorganisme alami dapat meningkatkan hasil tanpa perlu ketergantungan pada input kimia buatan.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyajikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana perubahan lingkungan global dapat diatasi melalui pendekatan berbasis ekologi. Interaksi simbiosis antara tanaman dan mikroba lokal memberikan harapan bagi adaptasi tanaman di masa depan, memastikan produktivitas pangan yang tidak hanya tinggi tetapi juga berkualitas. Ini membuka jalan bagi inovasi dalam teknologi pangan yang dapat memanfaatkan sumber daya alam secara efisien, sambil tetap berfokus pada ketahanan pangan dan kualitas nutrisi yang optimal.