Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam era modern yang semakin mengedepankan keberlanjutan, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi sangat penting, terutama dalam sektor industri yang memerlukan efisiensi energi tinggi, seperti sistem rantai dingin maritim. Energi laut, khususnya energi termal laut, muncul sebagai kandidat menarik untuk pengembangan sistem refrigerasi yang efisien. Penelitian ini menawarkan solusi inovatif melalui pengembangan siklus refrigerasi absorpsi amonia-air yang dibantu kompresor, yang memanfaatkan energi termal dari laut untuk memenuhi kebutuhan pendinginan dalam penyimpanan dan pembekuan makanan laut.
Salah satu fokus utama dari penelitian ini adalah analisis pengaruh tekanan antara pada efisiensi eksrgi dan rasio laju energi primer. Efisiensi eksrgi adalah ukuran seberapa baik suatu sistem dapat mengubah energi menjadi kerja berguna, sedangkan rasio laju energi primer menunjukkan seberapa efisien sumber energi digunakan dalam proses pendinginan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem refrigerasi absorpsi dengan kompresor pada tahap tekanan rendah memiliki efisiensi eksrgi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompresor pada tahap tekanan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa desain sistem yang tepat dapat meningkatkan kinerja keseluruhan dari siklus refrigerasi.
Lebih lanjut, penelitian ini juga mengeksplorasi peran suhu sumber panas dan suhu sink dalam rasio laju energi primer. Suhu air laut yang hangat dan dingin berpengaruh signifikan terhadap kinerja sistem. Dengan suhu air laut hangat sebesar 29 °C dan suhu air laut dingin sebesar 8 °C, siklus refrigerasi yang dibantu kompresor pada tekanan rendah menunjukkan efisiensi eksrgi yang mencapai 0,284, dengan rasio laju energi primer optimal sebesar 1,392. Temuan ini menegaskan pentingnya pengaturan suhu dalam desain sistem refrigerasi yang efisien.
Salah satu keunggulan dari sistem ini adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu air laut hangat atau penurunan suhu air laut dingin dapat meningkatkan rasio laju energi primer. Ini memberikan fleksibilitas dalam penerapan teknologi ini di berbagai lokasi dengan kondisi suhu yang bervariasi, sehingga dapat diimplementasikan secara luas dalam industri perikanan dan makanan laut.
Dari perspektif teknik sistem termal dan energi terbarukan, inovasi ini tidak hanya menawarkan solusi untuk masalah pendinginan, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan jejak karbon industri makanan laut. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, seperti energi laut, sistem ini dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan keberlanjutan operasional. Ini sejalan dengan tujuan global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan penggunaan energi terbarukan.
Namun, tantangan tetap ada dalam hal implementasi teknologi ini secara komersial. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan desain sistem, mengurangi biaya, dan meningkatkan keandalan operasional. Selain itu, kolaborasi antara peneliti, industri, dan pemerintah sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan dan penerapan teknologi ini.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang potensi energi laut dalam pengembangan sistem refrigerasi yang efisien dan berkelanjutan. Dengan inovasi yang tepat, sistem refrigerasi berbasis energi laut dapat menjadi solusi cerdas untuk memenuhi kebutuhan rantai dingin maritim, sekaligus mendukung upaya global menuju keberlanjutan dan efisiensi energi. Ini adalah langkah maju yang signifikan dalam memanfaatkan sumber daya terbarukan untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.