Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam era transisi energi yang semakin mendesak, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) diharapkan dapat memainkan peran yang semakin penting dalam jaringan listrik, terutama dengan meningkatnya kontribusi sumber energi terbarukan yang variabel seperti tenaga angin dan solar. Penelitian ini menyoroti pentingnya pemahaman yang lebih baik mengenai perubahan dalam pengaturan dispatch PLTA di bawah kondisi jaringan yang didominasi oleh energi terbarukan variabel (VRE). Hal ini menjadi krusial untuk perencanaan jaringan listrik dan kebijakan pelepasan air reservoir yang mempertimbangkan berbagai penggunaan air lainnya serta kondisi hidrologi yang bervariasi.
Studi ini menggunakan model biaya produksi, PLEXOS, untuk mengeksplorasi skenario sistem tenaga di masa depan, horizon perencanaan, dan wilayah yang berbeda. Dengan pendekatan ini, peneliti berusaha untuk memahami peran PLTA dalam mengoptimalkan dispatch dan meminimalkan biaya sistem serta pengurangan energi terbarukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga air dapat mengikuti pola beban bersih dan berfungsi sebagai penyeimbang terhadap variabilitas yang ditimbulkan oleh pembangkit tenaga surya dan angin.
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah meskipun harga energi mungkin lebih rendah pada beberapa periode di masa depan, terdapat potensi untuk meningkatkan pendapatan PLTA dengan menyediakan layanan energi dan layanan tambahan (ancillary services) pada saat-saat tekanan dalam jaringan. Ini menunjukkan bahwa PLTA tidak hanya berfungsi sebagai penyedia energi, tetapi juga sebagai stabilisator jaringan yang dapat membantu menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan.
Namun, pendapatan PLTA sangat sensitif terhadap kondisi hidrologi, terutama di wilayah Southeastern Electric Reliability Council (SERC). Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan dan pengelolaan sumber daya air harus dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan dampak dari perubahan iklim dan variasi cuaca yang dapat mempengaruhi ketersediaan air. Oleh karena itu, penting untuk melakukan studi lebih lanjut mengenai dampak dari kondisi hidrologi yang bervariasi terhadap pendapatan dan operasional PLTA.
Lebih jauh lagi, penelitian ini menyoroti tantangan dalam pengaturan dispatch PLTA yang memerlukan peningkatan ramp antara faktor kapasitas rendah dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun model optimasi memberikan wawasan yang berharga, masih ada kebutuhan untuk mempertimbangkan batasan lain seperti penggunaan air untuk keperluan ekologi dan sosial. Keseimbangan antara kebutuhan energi dan keberlanjutan lingkungan harus menjadi fokus utama dalam perencanaan sistem energi masa depan.
Sebagai seorang dosen di bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, saya percaya bahwa pemahaman yang mendalam tentang interaksi antara PLTA dan sumber energi terbarukan lainnya sangat penting. Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami dinamika ini dan membuka jalan bagi pengembangan kebijakan yang lebih baik dalam pengelolaan sumber daya air dan energi.
Dalam kesimpulannya, PLTA memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi pada jaringan energi yang lebih stabil dan berkelanjutan di masa depan. Dengan memanfaatkan teknologi dan model yang tepat, kita dapat mengoptimalkan peran PLTA dalam menghadapi tantangan energi yang semakin kompleks. Oleh karena itu, kolaborasi antara akademisi, industri, dan pembuat kebijakan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kita dapat memanfaatkan potensi penuh dari pembangkit listrik tenaga air dalam transisi menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan.