Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan keberlanjutan energi, penelitian terbaru ini menyoroti pentingnya penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif dalam mesin diesel. Dengan fokus pada mesin diesel bertenaga 5,2 kW, penelitian ini mengeksplorasi pengaruh waktu penyuntikan bahan bakar terhadap karakteristik mesin dan analisis kehilangan panas. Biogas yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari limbah makanan, dengan komposisi utama metana (CH4) sebesar 88,1% dan karbon dioksida (CO2) sebesar 11,8%. Hal ini menunjukkan potensi besar dari limbah organik sebagai sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan secara efisien.
Salah satu aspek kunci dari penelitian ini adalah penggunaan mode dual-fuel, di mana biogas dicampur dengan diesel dalam proporsi yang bervariasi antara 20% hingga 60%. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat mengevaluasi kinerja mesin dalam berbagai kondisi operasional. Penelitian ini juga menguji tiga waktu penyuntikan yang berbeda, yaitu 25,5 derajat (retardasi), 27,5 derajat (aktual), dan 29,5 derajat (percepatan) sebelum titik mati atas (bTDC). Hasilnya menunjukkan bahwa waktu penyuntikan yang lebih maju (29,5 derajat bTDC) memberikan kinerja terbaik dalam hal efisiensi termal dan emisi.
Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa efisiensi termal maksimum yang dicapai adalah 30,1% untuk campuran biogas 20% pada waktu penyuntikan 29,5 derajat bTDC. Ini menunjukkan bahwa dengan pengaturan waktu penyuntikan yang tepat, mesin dapat beroperasi lebih efisien, memaksimalkan konversi energi dari bahan bakar menjadi kerja mekanis. Selain itu, peningkatan tekanan silinder sebesar 11,9% pada kondisi beban penuh dibandingkan dengan mode diesel menunjukkan bahwa penggunaan biogas dapat meningkatkan performa mesin secara keseluruhan.
Dari segi emisi, penelitian ini juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Emisi karbon monoksida (CO) lebih rendah sebesar 5,2% pada waktu penyuntikan 29,5 derajat bTDC dibandingkan dengan mode diesel. Ini adalah langkah positif menuju pengurangan polusi udara, yang merupakan salah satu tantangan utama dalam penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, emisi nitrogen oksida (NOx) juga mengalami penurunan signifikan sebesar 45% pada waktu penyuntikan 25,5 derajat bTDC, menunjukkan bahwa pengaturan waktu penyuntikan yang tepat dapat membantu mengurangi emisi gas berbahaya.
Analisis kehilangan panas juga menjadi fokus penting dalam penelitian ini. Pada beban mesin 75%, campuran biogas 50% menunjukkan kehilangan panas terendah, yang menunjukkan konversi energi bahan bakar menjadi kerja yang lebih efektif dibandingkan dengan diesel, dengan peningkatan sebesar 2,2%. Hal ini menunjukkan bahwa biogas tidak hanya berpotensi sebagai bahan bakar alternatif, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi termal mesin diesel.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana pengaturan waktu penyuntikan dapat mempengaruhi kinerja mesin diesel yang menggunakan biogas. Dengan meningkatnya perhatian terhadap keberlanjutan dan pengurangan emisi, hasil penelitian ini sangat relevan dan dapat menjadi acuan bagi pengembangan teknologi mesin yang lebih ramah lingkungan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi potensi biogas dari sumber lain dan untuk mengoptimalkan parameter operasional mesin dalam konteks yang lebih luas.
Dengan demikian, penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif dalam mesin diesel tidak hanya menjanjikan dalam hal efisiensi energi, tetapi juga berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi jejak karbon dan mempromosikan penggunaan sumber energi terbarukan. Penelitian ini membuka jalan bagi inovasi lebih lanjut dalam bidang teknik sistem termal dan energi terbarukan, yang sangat penting untuk masa depan energi yang berkelanjutan.