Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Dalam konteks tantangan global yang dihadapi oleh sektor pertanian dan energi, pendekatan nexus air-energi-pangan (WEF) menjadi semakin relevan. Penelitian ini mengeksplorasi potensi produksi bioenergi dari Halimione portulacoides, sebuah tanaman halofit yang tidak hanya berfungsi sebagai tanaman remediator untuk limbah nutrisi dari akuakultur multi-trofik terintegrasi (IMTA), tetapi juga sebagai sumber energi terbarukan. Dengan memanfaatkan limbah yang dihasilkan dari proses akuakultur, penelitian ini menunjukkan bagaimana kita dapat mengintegrasikan pengelolaan sumber daya air, energi, dan pangan secara berkelanjutan.
Halimione portulacoides ditanam dalam sistem hidroponik dengan empat perlakuan nutrisi yang berbeda, yang bervariasi dalam konsentrasi nitrogen (N) dan fosfor (P). Hasil analisis menunjukkan bahwa biomassa dari akar (R) dan batang (C) memiliki potensi bioenergi yang signifikan. Nilai kalor tinggi (HHV) dari C dan R berada dalam kisaran yang sama dengan tanaman energi konvensional, menunjukkan bahwa tanaman ini dapat menjadi alternatif yang layak untuk produksi bioenergi. Sementara itu, pelet komersial (CP) menunjukkan nilai kalor yang lebih tinggi, menandakan bahwa pengolahan lebih lanjut dapat meningkatkan potensi energi dari biomassa ini.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam komposisi karbon dan oksigen antara C, R, dan CP, semua biomassa menunjukkan perilaku termal yang serupa selama pirolisis. Proses pirolisis, yang terjadi pada rentang suhu 250 hingga 650 °C, menghasilkan emisi gas yang mirip, termasuk H2, CH4, CO, dan CO2. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada variasi dalam komposisi biomassa, proses konversi energi dapat dilakukan dengan efisiensi yang tinggi, menjadikan Halimione portulacoides sebagai kandidat yang menarik untuk produksi bioenergi.
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa perlakuan nutrisi tidak memberikan dampak signifikan terhadap analisis ultimat dan proksimat, nilai kalor, atau emisi gas yang dihasilkan. Ini menunjukkan bahwa Halimione portulacoides memiliki ketahanan terhadap variasi nutrisi, yang merupakan keuntungan dalam konteks budidaya di lingkungan yang mungkin tidak selalu ideal. Dengan demikian, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi yang beragam, menjadikannya pilihan yang baik untuk aplikasi di daerah dengan salinitas tinggi.
Dari perspektif teknik sistem termal dan energi terbarukan, penelitian ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana tanaman non-pangan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bioenergi. Dengan memanfaatkan biomassa yang dihasilkan dari proses remediatif, kita tidak hanya dapat mengurangi dampak lingkungan dari limbah akuakultur, tetapi juga menciptakan sumber energi yang berkelanjutan. Ini sejalan dengan prinsip keberlanjutan yang semakin penting dalam pengembangan teknologi energi terbarukan.
Implementasi strategi nexus WEF melalui pemanfaatan Halimione portulacoides dalam IMTA menunjukkan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi sumber daya. Dengan mengintegrasikan produksi pangan, pengelolaan air, dan produksi energi, kita dapat menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Penelitian ini membuka jalan bagi pengembangan lebih lanjut dalam bidang bioenergi dan pengelolaan sumber daya, serta memberikan dasar bagi penelitian lanjutan yang dapat mengeksplorasi potensi tanaman halofit lainnya.
Secara keseluruhan, penelitian ini tidak hanya menyoroti potensi bioenergi dari Halimione portulacoides, tetapi juga menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengelolaan sumber daya. Dengan memanfaatkan keunggulan tanaman ini dalam konteks IMTA, kita dapat menciptakan solusi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Ini adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam.