Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama Al Ghazali Cilacap / UNUGHA Cilacap)
Cinnamomum cassia, yang lebih dikenal sebagai kayu manis, bukan hanya rempah-rempah dengan aroma khas yang sering digunakan dalam pengolahan makanan. Tanaman ini juga memiliki sejarah panjang dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan dan pencernaan. Ekstrak dari C. cassia kaya akan senyawa bioaktif seperti sinamaldehida, alkohol sinamat, asam sinamat, dan sinamat, yang berkontribusi terhadap berbagai aktivitas biologisnya, termasuk sifat antioksidan, antiinflamasi, antidiabetes, antibakteri, dan antitumor.
Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa sinamaldehida adalah komponen bioaktif utama yang diekstraksi dari C. cassia, mencakup lebih dari 60% dari total ekstrak. Ini menjadikannya fokus utama dalam berbagai studi, terutama dalam kaitannya dengan aktivitas antimikroba dan potensi penggunaannya dalam perlindungan pangan. Dalam konteks keamanan pangan, sinamaldehida telah menunjukkan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan berbagai mikroba patogen, menjadikannya kandidat potensial untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet alami dalam produk pangan.
Teknologi ekstraksi memiliki peran penting dalam menentukan hasil dan kualitas ekstrak C. cassia. Tinjauan ini menyoroti berbagai metode ekstraksi, baik konvensional maupun nonkonvensional, dan pengaruhnya terhadap efisiensi ekstraksi. Teknologi konvensional seperti ekstraksi pelarut umumnya membutuhkan waktu yang lama dan penggunaan pelarut yang besar. Di sisi lain, teknologi ekstraksi baru seperti ekstraksi berbantuan ultrasonik, berbantuan gelombang mikro, dan ekstraksi fluida superkritis menawarkan alternatif yang lebih efisien. Metode-metode ini tidak hanya meningkatkan hasil ekstraksi tetapi juga mengurangi konsumsi pelarut dan energi, yang menjadikannya lebih ramah lingkungan dan ekonomis.
Sebagai tambahan, hubungan antara metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan dengan aktivitas antimikroba C. cassia juga telah dikaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pilihan metode ekstraksi dan jenis pelarut memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan antimikroba dari ekstrak yang dihasilkan. Hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan produk pangan yang memanfaatkan ekstrak C. cassia sebagai bahan pengawet alami.
Selain efisiensi dan aktivitas antimikroba, keamanan toksikologi C. cassia juga menjadi fokus dalam tinjauan ini. Meskipun banyak penelitian mendukung keamanan penggunaan C. cassia, penting untuk melakukan evaluasi lebih lanjut mengenai potensi risiko toksik, terutama dalam aplikasi jangka panjang pada produk pangan.
Secara keseluruhan, teknologi ekstraksi yang diterapkan pada C. cassia menawarkan banyak potensi untuk dimanfaatkan dalam industri pangan, terutama dalam pengembangan produk yang lebih alami dan sehat. Namun, tantangan tetap ada dalam hal optimasi metode ekstraksi, pemilihan pelarut yang tepat, dan penilaian keamanan yang komprehensif sebelum produk ini dapat diadopsi secara luas di pasar. Dengan penelitian yang terus berkembang, C. cassia memiliki potensi besar untuk menjadi komponen kunci dalam perlindungan pangan yang lebih berkelanjutan dan aman di masa depan.