Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Elektrolisis air laut berbasis energi terbarukan seperti angin, surya, dan pasang surut menawarkan jalur yang menjanjikan untuk menghasilkan hidrogen (H2) berenergi tinggi. Hidrogen sendiri dianggap sebagai salah satu bahan bakar masa depan dalam konteks produksi energi karbon-netral. Dengan semakin terbatasnya sumber daya air tawar, penggunaan air laut sebagai alternatif dalam proses elektrolisis telah menarik perhatian besar. Air laut yang berlimpah tidak hanya mengurangi tekanan terhadap penggunaan air tawar, tetapi juga menghadirkan potensi besar untuk produksi hidrogen dalam skala yang lebih luas dan berkelanjutan. Namun, tantangan teknis utama yang dihadapi saat ini adalah masalah rendahnya selektivitas dan stabilitas reaksi evolusi oksigen (OER), yang disebabkan oleh adanya klorida dalam air laut.
Dalam proses elektrolisis air laut, ion klorida dapat berkompetisi dengan oksigen untuk bereaksi, menyebabkan korosi dan degradasi pada sistem, sehingga mengurangi efisiensi produksi hidrogen. Korosi yang diinduksi oleh klorida menjadi hambatan utama bagi aplikasi elektrolisis air laut dalam skala besar. Tantangan ini menuntut penelitian yang lebih mendalam dan strategi desain yang lebih baik untuk meningkatkan selektivitas dan stabilitas reaksi OER agar dapat mencapai efisiensi yang diinginkan.
Penelitian ini menawarkan tinjauan menyeluruh mengenai kemajuan terbaru dalam pengembangan reaksi evolusi oksigen (OER) pada elektrolisis air laut. Fokus utama adalah pada strategi-strategi efektif yang dirancang untuk mencapai selektivitas dan stabilitas OER yang lebih tinggi. Strategi desain katalis, elektrolit, dan elektroliser memainkan peran penting dalam mengatasi masalah korosi dan memastikan efisiensi proses tetap tinggi. Salah satu pendekatan utama adalah penggunaan desain alkalin, yang dirancang untuk mengurangi reaksi oksidasi kompetitif yang disebabkan oleh ion klorida, serta pengembangan situs aktif OER yang lebih selektif.
Selain itu, beberapa metode seperti dekorasi lapisan penghalang klorida, pembangunan struktur hierarki 3D, dan rekayasa permukaan untuk mengoptimalkan penyerapan air juga terbukti efektif dalam meningkatkan kinerja elektrolisis air laut. Strategi-strategi ini berfokus pada bagaimana mengelola interaksi antara ion klorida dan permukaan katalis, sehingga dapat meminimalkan dampak korosi dan memastikan reaksi evolusi oksigen yang lebih efisien.
Dalam konteks stabilitas, penelitian ini mengusulkan berbagai strategi, seperti penambahan lapisan pelindung pada permukaan elektrode untuk melindungi dari serangan klorida, hingga pembuatan spesies anti-korosi secara in situ. Dengan menambahkan zat aditif ke dalam elektrolit, stabilitas sistem juga dapat diperpanjang, sementara teknik rekayasa buffer struktural membantu meminimalkan degradasi pada material elektrode. Desain elektroliser yang lebih canggih, yang mampu mengurangi efek korosi secara signifikan, juga menjadi bagian dari solusi yang diajukan dalam studi ini.
Namun, meskipun strategi-strategi ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, masih banyak tantangan yang perlu diatasi untuk membuat elektrolisis air laut menjadi solusi yang sepenuhnya dapat diterapkan secara praktis. Pengembangan lebih lanjut dari material dan sistem elektroliser, serta penelitian mendalam mengenai ketahanan material terhadap korosi jangka panjang, sangat diperlukan. Tantangan-tantangan ini mencakup peningkatan skala teknologi dari laboratorium ke industri, peningkatan biaya yang terkait dengan pengembangan teknologi mutakhir, serta kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan dari sistem elektrolisis air laut.
Sebagai kesimpulan, elektrolisis air laut berbasis energi terbarukan menawarkan potensi besar sebagai solusi berkelanjutan dalam produksi hidrogen bebas karbon. Dengan mengatasi masalah selektivitas dan stabilitas OER melalui pengembangan material dan teknologi yang lebih inovatif, elektrolisis air laut dapat menjadi landasan utama bagi ekonomi hidrogen di masa depan. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian dan pengembangan untuk memastikan bahwa teknologi ini dapat diadopsi secara luas dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam transisi global menuju energi terbarukan yang sepenuhnya berkelanjutan.