Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Perubahan iklim yang semakin parah dan ketidakstabilan geopolitik seperti perang di Ukraina menyoroti pentingnya dekarbonisasi sistem listrik dunia secara cepat dan efektif. Namun, dekarbonisasi ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan pemadaman listrik yang berulang, yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat. Kunci keberhasilan dalam transisi energi ini terletak pada pemahaman yang mendalam tentang kinerja dan keandalan berbagai sumber energi. Kapasitas faktor (CF) menjadi indikator utama yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi efikasi pembangkit listrik dan biaya produksi energi.
Sejak tahun 2000, ekspansi besar-besaran tenaga surya (solar PV) dan tenaga angin telah meningkatkan keandalan CF mereka. CF merupakan ukuran langsung dari seberapa efektif sebuah sistem pembangkit listrik menghasilkan energi dibandingkan dengan kapasitas nominalnya. Dengan mengetahui CF jangka panjang dari berbagai sumber listrik, kita dapat menghitung kapasitas nominal yang diperlukan untuk menggantikan campuran energi berbasis fosil saat ini atau memperluas kapasitas untuk memenuhi permintaan masa depan. Misalnya, untuk menggantikan 1 watt kapasitas pembangkit listrik berbasis fosil, diperlukan instalasi 4 watt tenaga surya atau 2 watt tenaga angin. Jika ingin memperluas campuran energi yang ada, dibutuhkan instalasi sebesar 8,8 watt tenaga surya atau 4,3 watt tenaga angin.
Salah satu tantangan utama dalam transisi energi bersih adalah perbedaan signifikan dalam CF antara pembangkit listrik berbasis fosil dan energi terbarukan. Pembangkit listrik berbasis fosil memiliki CF yang relatif stabil karena dapat dioperasikan secara terus-menerus, sedangkan energi terbarukan seperti surya dan angin bergantung pada kondisi cuaca dan waktu. Ini berarti bahwa, meskipun energi terbarukan menawarkan potensi besar untuk dekarbonisasi, kapasitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah energi yang setara jauh lebih besar. Ini memerlukan investasi besar dalam infrastruktur energi terbarukan untuk mencapai skala yang diperlukan.
Selain itu, keandalan sistem energi terbarukan juga menjadi perhatian utama. Karena sumber energi terbarukan bersifat intermittent (tidak kontinu), seperti tenaga surya yang hanya tersedia saat matahari bersinar dan tenaga angin yang bergantung pada kecepatan angin, maka diperlukan teknologi penyimpanan energi yang andal untuk memastikan pasokan listrik tetap stabil. Ini termasuk pengembangan baterai skala besar atau sistem penyimpanan energi lainnya untuk menyimpan kelebihan listrik yang dihasilkan selama kondisi optimal dan mendistribusikannya saat permintaan tinggi atau ketika produksi energi rendah.
Namun, di balik tantangan ini, transisi energi bersih juga menawarkan peluang besar. Penggunaan tenaga surya dan angin secara masif dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang menjadi penyebab utama perubahan iklim. Selain itu, dengan harga teknologi energi terbarukan yang terus menurun, investasi dalam energi bersih semakin menarik dari segi ekonomi. Dalam jangka panjang, energi terbarukan tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga dapat menawarkan biaya energi yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil.
Untuk memastikan keberhasilan transisi energi, komunikasi yang jelas dan efisien mengenai indikator kunci seperti CF sangat penting. Masyarakat dan para pengambil keputusan harus memahami bahwa transisi ini memerlukan kapasitas instalasi yang lebih besar dan teknologi penyimpanan yang lebih baik. Dengan pemahaman yang tepat, kita dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam merencanakan dan mengimplementasikan transisi energi ini.
Secara keseluruhan, meskipun tantangan yang dihadapi dalam dekarbonisasi sistem listrik global cukup besar, dengan pemahaman yang baik tentang kinerja sumber energi terbarukan dan perencanaan yang matang, transisi ini dapat menjadi jalan keluar untuk mencapai sistem energi yang bersih, stabil, dan berkelanjutan di masa depan.