Budidaya Mikroalga: Solusi Lingkungan dengan Tantangan Energi dan Nutrisi dalam Produksi Berkelanjutan

Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)

Budidaya mikroalga telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, tidak hanya untuk produksi makanan alternatif dan suplemen nutrisi, tetapi juga sebagai solusi alami untuk pengolahan air limbah dan produksi energi terbarukan. Dalam konteks ini, potensi mikroalga untuk mendukung ekonomi sirkular sangat jelas terlihat, terutama dalam penggunaan mikroalga untuk tujuan non-pangan. Namun, ketika digunakan untuk produksi makanan dan suplemen, persyaratan higienis yang ketat membatasi praktik ekonomi sirkular, sehingga menuntut sistem budidaya yang lebih bersih dan efisien.

Beberapa metode utama budidaya mikroalga yang umum digunakan saat ini meliputi phototrophic cascades, fotobioreaktor, dan fermenter heterotrofik. Semakin tinggi persyaratan kemurnian biomassa yang dihasilkan, semakin tinggi pula konsumsi energi dan nutrisi yang diperlukan. Parameter operasional ini memiliki pengaruh besar terhadap kinerja lingkungan dan ekonomi keseluruhan proses budidaya mikroalga. Di sinilah tantangan utama muncul, karena semakin bersih sistem budidaya, semakin tinggi biaya energi dan bahan baku yang diperlukan, yang pada akhirnya memengaruhi dampak lingkungan.

Penilaian Siklus Hidup (LCA) komparatif terhadap aspek lingkungan dari tiga sistem budidaya mikroalga di Republik Ceko—yang difokuskan pada produksi biomassa mikroalga murni—menunjukkan bahwa dampak lingkungan dari sistem ini sangat bergantung pada jumlah listrik yang dikonsumsi dan sumber nutrisi yang digunakan. Sistem fermenter heterotrofik dinilai sebagai yang paling merusak lingkungan karena tingginya konsumsi energi dan nutrisi eksternal. Sebaliknya, phototrophic cascade menunjukkan dampak lingkungan yang lebih rendah sebesar 15%, sementara fotobioreaktor datar mencatat dampak terendah, yaitu 95% lebih rendah dari fermenter heterotrofik, berkat penggunaan energi dari biomassa.

Beberapa kategori dampak utama yang diamati dalam studi LCA ini meliputi perubahan iklim, penipisan bahan bakar fosil, toksisitas bagi manusia, serta ekotoksisitas air tawar dan laut. Dampak terbesar berasal dari penggunaan listrik, terutama jika sumber energi yang digunakan berasal dari bahan bakar fosil. Oleh karena itu, peralihan ke energi terbarukan dan penggunaan kembali nutrisi dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak lingkungan. Di sinilah pentingnya praktik ekonomi sirkular dalam budidaya mikroalga, terutama dalam hal daur ulang air proses dan pengolahan lumpur yang dihasilkan.

Fotobioreaktor datar dinilai sebagai sistem budidaya yang paling ramah lingkungan karena memanfaatkan energi biomassa untuk operasinya, sehingga secara signifikan mengurangi ketergantungan pada listrik konvensional. Namun, sistem ini memerlukan investasi awal yang besar, sehingga tantangan utamanya adalah memastikan biaya produksi tetap kompetitif dengan metode lain. Phototrophic cascades, meskipun tidak seefisien fotobioreaktor, tetap merupakan opsi yang menarik karena biaya operasional yang lebih rendah, terutama di lokasi dengan sinar matahari yang melimpah.

Sementara itu, fermenter heterotrofik, meskipun mampu menghasilkan biomassa dengan kemurnian tinggi, terbukti memiliki dampak lingkungan terbesar akibat tingginya kebutuhan energi dan nutrisi. Sistem ini mungkin lebih cocok untuk aplikasi di mana kemurnian biomassa sangat penting, tetapi pada saat yang sama, perlu dipertimbangkan upaya untuk mengurangi dampak lingkungannya, seperti menggunakan sumber energi yang lebih bersih dan menerapkan praktik daur ulang yang lebih baik.

Kesimpulannya, budidaya mikroalga memiliki potensi besar untuk mendukung transisi menuju ekonomi sirkular dan energi terbarukan, tetapi keberlanjutannya sangat bergantung pada optimasi energi dan nutrisi dalam proses budidaya. Dengan menggabungkan praktik daur ulang dan penggunaan energi terbarukan, dampak lingkungan dari budidaya mikroalga dapat dikurangi secara signifikan, sehingga teknologi ini dapat diterapkan secara lebih luas dalam produksi makanan, suplemen, dan bioenergi yang berkelanjutan.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *