Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Digesti anaerob (Anaerobic Digestion/AD) kini semakin diakui sebagai metode paling efisien dalam pengelolaan limbah vinasse di biorefineri tebu. AD tidak hanya menawarkan sumber energi terbarukan dalam bentuk biogas, tetapi juga menghasilkan efluen yang kaya nutrisi dan dapat digunakan untuk keperluan pertanian. Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah konsentrasi sulfat yang tinggi (sekitar 2 g/L) dalam vinasse dan ketersediaannya yang bersifat musiman (7–8 bulan). Hal ini membatasi potensi produksi metana secara optimal di pabrik AD.
Penelitian ini memberikan solusi dengan memanfaatkan vinasse bebas sulfat selama musim produksi tebu dan molase selama off-season. Keduanya difermentasi terlebih dahulu dalam sistem fermentatif-sulfidogenik untuk menghasilkan substrat yang meningkatkan produksi metana sepanjang tahun di biorefineri tebu. Penelitian ini menggunakan dua reaktor metanogenik structured-bed yang beroperasi pada dua suhu berbeda (30°C dan 55°C), dengan peningkatan organic loading rate (OLR) bertahap (1,0–20,0 kg COD/m³/hari) untuk mensimulasikan kondisi operasional selama musim produksi dan off-season.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa strategi start-up yang efisien memungkinkan stabilitas operasional penuh dalam waktu hanya 37 hari pada beban 10,0 kg COD/m³/hari. Ini merupakan waktu yang sangat cepat, sehingga mampu memaksimalkan produksi bioenergi. Fermentasi awal vinasse dan molase terbukti sangat penting untuk menjaga efisiensi konversi materi organik (80–90%) menjadi metana, meskipun terdapat perbedaan signifikan dalam ketersediaan laktat dan fenol.
Selama penelitian, kandungan metana dalam biogas mencapai lebih dari 80%, dengan methane yield sebesar 330 NmL CH4/g COD di kedua reaktor. Tidak ada tanda-tanda kelebihan beban organik yang terdeteksi, menunjukkan bahwa metode ini dapat mempertahankan produksi biogas dengan tingkat efisiensi tinggi sepanjang tahun, terlepas dari variabilitas musim produksi tebu.
Keberhasilan dalam memaksimalkan produksi metana dari vinasse dan molase memberikan peluang besar bagi industri tebu untuk beralih ke energi terbarukan. Namun, ada tantangan terkait dengan tingginya kebutuhan molase selama off-season, yang berpotensi memicu kompetisi internal dengan produksi etanol sebagai produk utama biorefineri. Hal ini membutuhkan manajemen yang cermat dalam penggunaan sumber daya untuk memastikan keseimbangan antara produksi bioenergi dan produk komersial lainnya seperti etanol.
Sebagai seorang dosen dalam bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, inovasi ini memberikan pandangan yang menarik mengenai integrasi sistem energi terbarukan di sektor industri berbasis biomassa. Pendekatan fermentasi ganda yang memungkinkan pemanfaatan vinasse dan molase sepanjang tahun tidak hanya mendukung produksi energi berkelanjutan tetapi juga mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal secara efisien. Ini adalah langkah penting menuju transisi energi terbarukan yang lebih masif, terutama di industri tebu Indonesia yang memiliki potensi besar.
Terakhir, strategi waste-to-energy seperti ini sangat relevan dalam konteks target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, khususnya dalam penyediaan energi bersih dan mengurangi emisi karbon. Dengan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, teknologi ini dapat menjadi model bagi biorefineri lainnya untuk meningkatkan efisiensi energi sekaligus mengurangi limbah industri, sehingga mendukung keberlanjutan lingkungan dan industri secara simultan.