Pajak Gula: Upaya Mengurangi Konsumsi Gula di Polandia dan Tantangannya Mengubah Kebiasaan Konsumen

Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)

Sebagai seorang dosen Teknologi Pangan, penting untuk membahas bagaimana pajak gula, sebagai salah satu instrumen kebijakan, memengaruhi konsumsi gula masyarakat. Konsumsi gula yang berlebihan telah lama dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, seperti obesitas, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, banyak negara, termasuk Polandia, telah mengambil langkah dengan memberlakukan pajak pada makanan dan minuman manis sebagai bagian dari upaya untuk mengubah pola makan masyarakat dan mengurangi konsumsi gula.

Pajak gula, yang diperkenalkan di berbagai negara Eropa termasuk Polandia pada 1 Januari 2021, merupakan kebijakan yang didasarkan pada asumsi bahwa harga yang lebih tinggi dari produk yang dikenakan pajak akan mengubah perilaku konsumen. Secara sederhana, logikanya adalah ketika minuman manis menjadi lebih mahal, konsumen akan beralih ke alternatif yang lebih sehat atau setidaknya mengurangi konsumsi produk-produk tersebut.

Namun, seperti yang sering terjadi dalam kebijakan publik, dampak yang diharapkan tidak selalu terwujud sepenuhnya. Meski ada pengurangan dalam konsumsi gula, seperti yang diindikasikan oleh angka-angka dalam penelitian, pajak ini tidak sepenuhnya berhasil mengubah preferensi konsumen. Konsumen mungkin masih tetap memilih minuman manis meski harga naik, menunjukkan bahwa faktor lain selain harga, seperti selera dan kebiasaan, memiliki peran yang signifikan dalam pola konsumsi.

Secara teoritis, pajak gula memiliki tujuan ganda. Selain memberikan pendapatan bagi negara, tujuan utama pajak ini adalah mengurangi konsumsi gula dengan memberikan stimulus bagi konsumen untuk beralih ke pilihan yang lebih sehat. Dalam kasus Polandia, seperti yang diungkapkan dalam narasi di atas, tujuan fiskal dari pajak ini sebenarnya digantikan oleh tujuan perubahan perilaku konsumen, yang secara langsung terkait dengan aspek kesehatan masyarakat.

Namun, meskipun konsumsi gula dalam minuman manis berkurang setelah pajak ini diberlakukan, preferensi konsumen terhadap produk manis tampaknya masih tetap kuat. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kemampuan konsumen untuk membayar harga lebih tinggi, ketergantungan terhadap rasa manis, atau kurangnya kesadaran akan dampak negatif dari konsumsi gula berlebihan.

Keberhasilan kebijakan pajak gula sangat bergantung pada beberapa faktor utama, termasuk tingkat pajak yang diterapkan dan dampaknya pada harga; jika pajak tidak cukup tinggi, perubahan perilaku konsumen mungkin tidak terjadi, sementara pajak yang terlalu tinggi dapat mendorong konsumen beralih ke produk tidak sehat lainnya. Preferensi konsumen dan kebiasaan makan yang sudah mengakar juga berperan besar, karena pola makan dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan psikologis yang sulit diubah hanya dengan insentif harga. Selain itu, keberadaan alternatif sehat yang terjangkau dan mudah diakses sangat penting untuk mendukung peralihan konsumen dari minuman manis, karena tanpa akses ke produk sehat, perubahan konsumsi akan sulit terjadi. Edukasi dan kesadaran publik juga menjadi kunci keberhasilan pajak ini, di mana kampanye yang intensif diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko kesehatan konsumsi gula berlebih, sehingga konsumen terdorong untuk mengubah perilaku berdasarkan kesadaran, bukan hanya karena kenaikan harga.

Menariknya, meskipun tidak sepenuhnya mengubah preferensi konsumen, pajak gula di Polandia tetap berdampak pada penurunan konsumsi gula yang terkandung dalam minuman manis. Ini menunjukkan adanya efek yang mungkin tidak langsung terlihat dalam perubahan pola konsumsi, tetapi tetap menunjukkan hasil yang diinginkan, yaitu penurunan konsumsi gula secara keseluruhan.

Efek ini bisa dijelaskan melalui beberapa cara. Salah satunya adalah produsen mungkin telah merespon pajak ini dengan mengurangi kandungan gula dalam produk mereka untuk menghindari kenaikan harga yang berlebihan. Selain itu, sebagian konsumen mungkin memilih untuk mengurangi frekuensi konsumsi minuman manis atau memilih ukuran porsi yang lebih kecil.

Dari perspektif teknologi pangan, kebijakan seperti pajak gula harus dilihat dalam konteks yang lebih luas. Pajak ini tidak bisa berdiri sendiri sebagai satu-satunya alat untuk mengurangi konsumsi gula. Diperlukan intervensi lain, seperti regulasi yang mendorong reformulasi produk oleh industri untuk mengurangi kandungan gula, serta promosi gaya hidup sehat yang lebih intensif.

Ke depan, kebijakan seperti pajak gula bisa ditingkatkan efektivitasnya dengan menggabungkan pendekatan harga dengan edukasi konsumen, dukungan terhadap produk sehat, dan insentif bagi produsen yang mengurangi kandungan gula dalam produk mereka. Kombinasi dari berbagai intervensi ini bisa lebih efektif dalam mempengaruhi perubahan perilaku yang diinginkan dan pada akhirnya membantu mengurangi beban kesehatan yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan.

Secara keseluruhan, pajak gula yang diberlakukan di Polandia menunjukkan bahwa meskipun ada pengurangan dalam konsumsi gula dalam minuman manis, kebijakan ini belum sepenuhnya berhasil mengubah preferensi konsumen. Namun, hasilnya tetap positif dalam hal penurunan konsumsi gula. Dari sudut pandang teknologi pangan dan kebijakan kesehatan, ini adalah langkah penting menuju perbaikan pola makan masyarakat, meskipun masih ada banyak ruang untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Written by 

Teknologia managed by CV Teknologia (Teknologia Group) is a publisher of books and scientific journals with both national and international reach.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *