Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Pemanfaatan kayu dalam rantai nilai kehutanan yang sebagian besar bersifat linear terbukti menghambat kontribusi maksimal terhadap mitigasi perubahan iklim. Dalam konteks energi terbarukan dan sistem termal, pendekatan ini menjadi salah satu tantangan besar. Analisis siklus hidup (lifecycle assessment) mengungkapkan bahwa penggunaan kayu yang lebih sirkular—dengan pendekatan daur ulang dan pengurangan penggunaan kayu baru—dapat memberikan manfaat nyata dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal ini menciptakan peluang besar untuk mencapai keseimbangan karbon dengan meningkatkan penyerapan karbon oleh hutan serta penggantian produk berbasis bahan bakar fosil.
Sebagai contoh, di Inggris, pendekatan sirkular dalam daur ulang serat kayu densitas menengah (medium-density fibreboard) berhasil memberikan kontribusi mitigasi perubahan iklim hingga 75% lebih tinggi pada tahun 2050 dibandingkan dengan pendekatan bisnis seperti biasa. Bagi sistem energi terbarukan, ini adalah pencapaian yang signifikan, karena langkah ini tidak hanya mengurangi kebutuhan akan kayu baru, tetapi juga menurunkan ketergantungan pada produk energi berbasis fosil. Selain itu, pengurangan emisi ini memberikan dampak jangka panjang yang dapat menyeimbangkan emisi CO2 secara global.
Dengan memanfaatkan daur ulang dan aliran berjenjang (cascading) kayu, mitigasi dini dapat tercapai lebih cepat dibandingkan dengan langkah-langkah seperti penghijauan kembali (afforestation), yang dampaknya lebih lambat. Jika kedua pendekatan ini dikombinasikan, dapat diprediksi mitigasi kumulatif hingga 258,8 juta ton CO2e pada tahun 2050. Dari sudut pandang energi terbarukan, ini adalah potensi luar biasa yang harus dimaksimalkan dalam kebijakan pengelolaan energi dan kehutanan.
Namun, terlepas dari manfaat yang jelas, terdapat banyak hambatan fungsional dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi sirkular ini. Salah satu tantangan utama adalah restrukturisasi rantai nilai kehutanan yang kompleks. Berbagai aktor dan sektor harus disinkronkan, termasuk sektor energi, manufaktur, dan kehutanan, untuk membangun sistem yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.
Untuk mengatasi hambatan ini, perlu adanya kebijakan yang mendorong transformasi rantai nilai kehutanan menjadi sistem perubahan sosial yang efektif. Salah satunya adalah dengan meningkatkan insentif bagi industri yang mengadopsi prinsip-prinsip sirkular dan berjenjang dalam pemanfaatan kayu. Selain itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat terkait pentingnya produk kayu daur ulang dan dampaknya terhadap mitigasi iklim harus diperkuat.
Sebagai dosen di bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, penelitian ini menjadi relevan untuk diterapkan dalam berbagai skenario energi terbarukan. Kayu, sebagai sumber biomassa, dapat menjadi kunci dalam transisi energi global yang lebih berkelanjutan, asalkan pengelolaannya mengikuti prinsip-prinsip sirkular dan berkelanjutan.