Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Sebagai seorang dosen Teknologi Pangan, saya melihat penelitian ini sebagai langkah inovatif dalam pengembangan produk pangan yang mengedepankan teknologi enzimatik. Penggunaan transglutaminase dalam pemrosesan basah tepung beras ketan untuk produksi pangsit manis memperlihatkan potensi besar dalam mengatasi beberapa masalah teknis yang kerap muncul dalam produksi makanan berbasis tepung, seperti kehilangan protein, kestabilan produk, dan tekstur. Transglutaminase sendiri merupakan enzim yang mampu menghubungkan protein dengan membentuk ikatan silang, dan dalam penelitian ini, enzim tersebut digunakan pada konsentrasi 0,2%. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam menjaga kualitas protein tepung beras ketan, sehingga memberikan nilai gizi yang lebih tinggi pada produk akhir, yaitu pangsit manis.
Penelitian ini juga memberikan dampak positif pada sifat fisik pangsit manis. Dengan menurunkan kristalinitas dan viskositas tepung beras ketan, pangsit yang dihasilkan menjadi lebih lembut dan lunak. Ini merupakan inovasi yang sangat penting, terutama bagi konsumen yang memiliki kesulitan menelan, seperti lansia atau mereka yang menderita disfagia. Selain itu, produk ini menunjukkan stabilitas yang lebih baik selama siklus beku-cair, yang sering menjadi masalah dalam produk-produk berbasis tepung. Pengurangan keretakan dan kehilangan pemasakan setelah pembekuan menjadi pencapaian yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan pangsit manis, terutama dalam industri makanan beku.
Dari segi kesehatan, penggunaan transglutaminase juga memberikan manfaat nutrisi yang signifikan. Terjadinya enkapsulasi butiran pati oleh protein memperlambat proses pencernaan, yang membantu menurunkan laju hidrolisis pati selama proses pencernaan. Ini sangat bermanfaat bagi konsumen yang memerlukan kontrol glikemik yang lebih baik, seperti penderita diabetes atau individu yang sedang mengontrol berat badan. Dengan mengurangi laju pelepasan glukosa dari makanan, produk ini dapat membantu menjaga stabilitas kadar gula darah, yang merupakan keuntungan besar bagi mereka yang memiliki masalah metabolik.
Inovasi ini menandai perkembangan penting dalam tren produk pangan fungsional, di mana makanan tidak hanya difokuskan pada rasa, tetapi juga pada manfaat kesehatannya. Penelitian ini memperlihatkan bahwa penggunaan transglutaminase pada tepung beras ketan tidak hanya mengatasi tantangan teknis dalam hal tekstur dan stabilitas produk, tetapi juga menciptakan solusi yang lebih adaptif untuk memenuhi kebutuhan kesehatan konsumen modern. Pengembangan produk-produk yang rendah indeks glikemik atau produk yang disesuaikan untuk kelompok konsumen tertentu, seperti lansia, adalah area yang memiliki potensi besar untuk dieksplorasi lebih lanjut.
Secara keseluruhan, penelitian ini menawarkan pendekatan baru yang inovatif dalam pengembangan pangsit manis berkualitas tinggi, baik dari segi teknis maupun manfaat kesehatan. Potensi untuk pengembangan dalam skala industri juga sangat besar, terutama dalam kategori pangan fungsional yang semakin populer di kalangan konsumen. Sebagai dosen Teknologi Pangan, saya percaya bahwa penelitian ini membuka jalan bagi pengembangan produk pangan berbasis bahan lokal, seperti beras ketan, yang tidak hanya meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal, tetapi juga memperkuat daya saing produk pangan Indonesia di pasar global.