Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Lahan pertanian menawarkan kondisi ideal untuk pengembangan energi surya, dan banyak petani semakin tertarik pada potensi keuntungan ekonomi dari pemasangan panel fotovoltaik (PV). Namun, adopsi yang semakin meluas dari teknologi PV di lahan pertanian menimbulkan berbagai kekhawatiran, terutama terkait dengan hilangnya lahan produktif dan meningkatnya harga lahan pertanian. Peningkatan harga lahan ini dapat menjadi hambatan bagi petani muda yang ingin terjun ke dunia pertanian, yang pada akhirnya dapat mengancam masa depan sektor pertanian, terutama di negara-negara yang sudah mengalami masalah penuaan populasi pedesaan. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana jenis tanaman yang ditanam mempengaruhi kesediaan petani untuk menginstal panel fotovoltaik di lahan mereka.
Penelitian ini menggunakan empat algoritma machine learning (ML) yang berbeda, termasuk regresi kategori, pohon keputusan, hutan acak, dan mesin vektor pendukung (SVM). Dataset yang digunakan berasal dari survei kuesioner kepada petani di kawasan pertanian Yunani. Dengan menggunakan pendekatan ML, penelitian ini berhasil mengukur dan menghubungkan kesediaan petani untuk berinvestasi dalam PV dengan tiga jenis tanaman utama—kapas, gandum, dan bunga matahari—yang memiliki peran penting dalam ketahanan pangan. Hasil analisis ini memberikan wawasan penting untuk mengembangkan kebijakan yang mendukung penggunaan lahan pertanian secara berkelanjutan untuk produksi energi surya, sekaligus mempertahankan ketahanan pangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman yang ditanam oleh petani berperan signifikan dalam menentukan kesediaan mereka untuk memasang panel PV. Petani yang menanam tanaman seperti kapas, yang mungkin memiliki margin keuntungan lebih rendah dibandingkan tanaman pangan seperti gandum, lebih mungkin untuk mempertimbangkan pemasangan PV sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan mereka. Sementara itu, petani yang menanam tanaman pangan utama seperti gandum dan bunga matahari, yang memiliki peran langsung dalam ketahanan pangan, cenderung lebih hati-hati dalam memanfaatkan lahan mereka untuk instalasi PV, mengingat pentingnya menjaga produktivitas lahan mereka.
Penelitian ini juga memberikan dasar bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang mengatur penggunaan lahan produktif untuk panel PV, dengan memperhatikan peran penting pertanian dalam ketahanan pangan. Definisi yang jelas tentang persentase lahan pertanian yang dapat dialokasikan untuk energi surya sangat penting untuk mencegah hilangnya lahan produktif secara signifikan, yang dapat mempengaruhi produksi pangan nasional. Selain itu, kebijakan yang mendukung petani muda untuk memulai dan mempertahankan operasi pertanian juga sangat penting untuk memastikan regenerasi sektor pertanian.
Namun, tantangan yang muncul tidak hanya terkait dengan lahan, tetapi juga dengan harga lahan yang semakin meningkat akibat adopsi PV. Harga lahan yang lebih tinggi dapat membuat lahan pertanian semakin sulit dijangkau oleh petani baru, khususnya generasi muda yang tertarik untuk terjun ke sektor pertanian. Dengan demikian, diperlukan kebijakan yang mendukung akses lahan bagi petani muda, seperti subsidi atau program pinjaman dengan bunga rendah, yang memungkinkan mereka untuk bersaing di pasar lahan pertanian yang semakin kompetitif.
Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan penting bagi pengembangan kebijakan yang mendukung penggunaan energi terbarukan di sektor pertanian, sambil tetap mempertahankan keberlanjutan dan produktivitas pertanian. Dengan mengoptimalkan penggunaan lahan pertanian untuk energi surya dan membuat kebijakan yang mendukung regenerasi petani, negara-negara seperti Yunani dapat meningkatkan ketahanan energi dan pangan secara bersamaan. Solusi yang holistik ini tidak hanya menguntungkan bagi petani, tetapi juga bagi ekonomi dan lingkungan secara keseluruhan.
Kesimpulannya, integrasi panel fotovoltaik di lahan pertanian memiliki potensi besar untuk mendukung transisi energi terbarukan, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan ketahanan pangan dan akses lahan bagi generasi petani berikutnya. Penelitian ini menawarkan panduan bagi para pembuat kebijakan dan praktisi untuk menyeimbangkan kebutuhan antara energi bersih dan produksi pangan yang berkelanjutan, sehingga dapat mendorong pertanian yang lebih ramah lingkungan dan inklusif di masa depan.