Review Oleh: Ropiudin, S.TP., M.Si. (Dosen Bidang Teknik Sistem Termal dan Energi Terbarukan, Universitas Jenderal Soedirman)
Perubahan iklim yang dipicu oleh eksploitasi berlebihan sumber daya fosil telah menyebabkan kelangkaan air yang mengancam sektor pertanian dan pembangunan berkelanjutan di banyak wilayah. Studi ini bertujuan untuk menciptakan sinergi antara berbagai komponen model nexus air-energi-pangan-limbah, perencanaan, dan kebijakan guna mengatasi krisis kelangkaan air dan dampaknya terhadap ketersediaan air serta pertumbuhan lapangan kerja di wilayah dengan keterbatasan sumber daya regional. Dengan pendekatan yang menyeluruh, penelitian ini menyusun model yang mempertimbangkan potensi energi terbarukan, pengolahan air limbah, serta budidaya tanaman herbal yang memerlukan sedikit air untuk menentukan kapasitas teknologi dalam memenuhi kebutuhan air dan energi di wilayah yang mengalami kelangkaan air.
Model ini dioptimalkan dengan tujuan untuk meminimalkan emisi lingkungan dan memaksimalkan keuntungan ekonomi, yang divalidasi melalui analisis sensitivitas. Melalui pendekatan ini, model tersebut menunjukkan potensinya sebagai alat perencanaan dan pengambilan keputusan yang berkelanjutan. Dalam studi ini, tiga skenario dipertimbangkan, dengan fokus pada pengadopsian teknologi terbarukan, metode irigasi yang lebih efisien, serta konversi limbah menjadi energi. Hasil dari skenario ini menunjukkan bahwa hanya mengandalkan pengolahan air limbah tidaklah layak secara finansial tanpa adanya pasar air yang mendukung. Namun, dengan menerapkan swasembada energi dan beralih ke budidaya tanaman herbal yang memerlukan lebih sedikit air, pengambilan air dari reservoir dapat dikurangi sebesar 16,9%, sementara kebutuhan pengolahan air limbah bisa berkurang hingga 45,9%.
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah pentingnya penerapan teknologi hijau dan kebijakan pajak karbon. Dengan adanya kebijakan ini, emisi dapat ditekan secara signifikan dan keuntungan ekonomi dapat meningkat, terutama di negara-negara yang memiliki kebijakan pajak karbon yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan komprehensif yang mempertimbangkan seluruh aspek keberlanjutan—termasuk lapangan kerja dan keterbatasan sumber daya—dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dalam jangka panjang.
Penggunaan teknologi terbarukan, seperti tenaga surya dan konversi limbah menjadi energi, terbukti dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya air yang terbatas dan menciptakan keuntungan ekonomi yang lebih besar. Misalnya, pengadopsian teknologi irigasi yang lebih efisien tidak hanya mengurangi konsumsi air tetapi juga meningkatkan produktivitas pertanian, terutama dalam konteks budidaya tanaman yang hemat air. Ini merupakan langkah penting menuju pertanian yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim.
Selain itu, penggunaan air limbah yang diolah sebagai sumber air alternatif dapat berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi krisis air. Namun, tanpa adanya pasar air yang terorganisir dengan baik, investasi dalam pengolahan air limbah sering kali dianggap tidak layak secara ekonomi. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan kerangka kebijakan yang mendukung pasar air serta insentif bagi penggunaan kembali air limbah untuk pertanian dan kebutuhan industri lainnya.
Salah satu kunci keberhasilan dari model ini adalah fleksibilitasnya dalam merespons perubahan kebutuhan dan kondisi regional. Dengan mengintegrasikan sumber daya lokal seperti energi terbarukan dan tanaman herbal yang lebih adaptif terhadap iklim kering, model ini mampu memberikan solusi yang lebih sesuai dengan tantangan yang dihadapi oleh wilayah yang mengalami kelangkaan air. Selain itu, model ini juga memperhitungkan dampak sosial, termasuk penciptaan lapangan kerja dan penguatan ekonomi lokal melalui pengembangan sektor energi terbarukan dan pertanian berkelanjutan.