Oleh: Kavadya Syska, S.P., M.Si. (Dosen Bidang Teknologi Pangan – Food Technologist, Universitas Nahdlatul Ulama)
Ekstraksi pektin dari bahan nabati merupakan salah satu proses penting dalam industri pangan, terutama sebagai bahan pengemulsi alami dan penstabil. Namun, metode ekstraksi konvensional umumnya memerlukan energi yang tinggi dan melibatkan penggunaan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan. Dalam penelitian ini, pendekatan inovatif berhasil diterapkan dengan menggunakan air murni pada suhu kamar untuk mengekstrak pektin dari kulit buah naga (Dragon Fruit Peel/DFP). Hasil yang diperoleh memberikan wawasan baru dalam meningkatkan nilai tambah limbah pangan dengan cara yang lebih berkelanjutan dan efisien.
Penelitian ini memfokuskan pada ekstraksi pektin yang larut dalam air (Water Soluble Pectin/WSP) dari DFP, yang menunjukkan tingkat metilasi sangat rendah (31,08 ± 1,27%)—karakteristik yang penting untuk aplikasi sebagai pengemulsi. Salah satu poin menarik dari hasil ini adalah dominasi pektin larut air dalam DFP (17,13 ± 1,01%), yang menunjukkan bahwa kulit buah naga memiliki potensi besar sebagai sumber pektin berkualitas tinggi dengan distribusi berat molekul yang luas. Berat molekul yang tinggi pada WSP memberikan kemampuan pektin untuk menstabilkan emulsi dengan lebih baik, termasuk emulsi dengan kandungan fase minyak tinggi (HIPE).
Secara lebih rinci, penelitian ini juga menemukan bahwa metode ekstraksi dengan air murni tidak hanya efisien dalam menghasilkan pektin, tetapi juga ramah lingkungan. Hal ini disebabkan oleh tidak digunakannya bahan kimia tambahan atau panas tinggi, yang umumnya diperlukan dalam metode ekstraksi konvensional. Sebagai perbandingan, hasil ekstraksi pektin larut asam (HAP) dari residu DFP jauh lebih rendah (5,22 ± 0,76%), menegaskan keunggulan metode berbasis air murni. Pendekatan ini memberikan nilai tambah dari limbah kulit buah naga yang seringkali diabaikan atau dibuang.
Dari sudut pandang teknologi pangan, keberhasilan ekstraksi pektin ramah lingkungan dari DFP ini memiliki dampak signifikan. Pertama, pektin dengan tingkat metilasi rendah memiliki potensi besar sebagai pengemulsi alami yang lebih stabil dalam formulasi makanan, seperti produk bakery, minuman, hingga produk susu. Stabilitas emulsi yang tinggi terutama dalam HIPE merupakan poin kunci untuk meningkatkan tekstur dan kestabilan produk makanan selama penyimpanan. Kedua, metode ekstraksi ini sejalan dengan tren global menuju teknologi pengolahan pangan yang berkelanjutan, mengurangi ketergantungan pada bahan kimia berbahaya dan menurunkan jejak karbon industri.
Bagi industri pengolahan buah naga, penemuan ini memberikan peluang besar untuk mengolah limbah kulit buah naga menjadi produk bernilai tinggi. Selain mengurangi limbah industri, pendekatan ini juga memberikan manfaat ekonomi melalui diversifikasi produk yang dapat dijual, seperti bahan pengemulsi alami untuk industri pangan dan farmasi.
Secara keseluruhan, penelitian ini menawarkan perspektif baru dalam memanfaatkan limbah kulit buah naga dengan cara yang efisien, ramah lingkungan, dan hemat energi. Proses ekstraksi pektin yang menggunakan air murni pada suhu kamar tidak hanya berkontribusi terhadap pengembangan produk pangan yang lebih sehat dan alami, tetapi juga mendukung upaya global untuk menjaga keberlanjutan lingkungan melalui pengurangan limbah dan penggunaan energi yang lebih rendah. Penelitian ini membuka jalan bagi inovasi lebih lanjut dalam pengolahan pangan yang mendukung keberlanjutan dan efisiensi sumber daya, serta menginspirasi perkembangan teknologi pangan yang lebih hijau.